Bank Indonesia Jawa Timur menggelar Jatim Talk III membahas tentang hilirisasi pertanian, Selasa (16/5/2023) di Surabaya.
Selain beberapa narasumber yang memaparkan soal agroindustri, produksi, hingga hilirisasi pertanian, acara itu dihadiri Emil Elestianto Dardak Wakil Gubernur Jawa Timur.
Menurut Emil, hilirisasi pertanian itu penting, mengingat sektor pertanian menyumbang 10,76 persen pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Terbesar ketiga dibanding dua sektor lain yaitu industri pengolahan 31 persen dan perdagangan 19,13 persen.
Namun, menurutnya hilirisasi pertanian di Jatim sudah optimal. Petani menanam tiga bahan pokok sesuai kebijakan swasembada pangan mulai padi, jagung, dan tebu, yang tidak serta merta bahan mentah, tapi juga diolah.
“Setelah kita telaah, kita menemukan sebenarnya, optimal ini bisa dibilang yang sudah dilakukan petani sudah maksimal. Kita mencatat, produksi gula, padi, tertinggi. Jagung signifikan. Meski, beda dibanding Gorontalo dan NTB. Padi jadi beras, jagung jadi pakan ternak atau konsumsi, tebu jadi gula. Jadi kita nggak bisa menjawab hilir kalau belum mikir hulu,” terang Emil, Selasa (16/5/2023).
Sementara berkaca pada ketersediaan lahan di Jawa Timur dibandingkan jumlah penduduk, jauh lebih sempit dari negara lain.
“Ingat luas wilayah Jatim, 48 kilometer persegi dengan penduduk 40 juta. Kita bandingkan dengan Malaysia 120 kilometer persegi penduduk 30 juta. Belanda 42 ribu kilometer persegi penduduk 17 juta. Artinya, Jatim padat sekali lahan terbatas. Ini pesat sekali. Sementara bahan sangat terbatas. Kadis Pertanian saya kasih tantangan, kalau petani dipotong separuh, bisa gak pertahankan beras dan lainnya,” imbuhnya.
Sehingga, ia menambahkan, ada pekerjaan rumah yang masih harus dituntaskan di Jawa Timur, yakni menyejahterakan petani.
“Kalau padi, gula, jagung mentok, ya tanam lain. Tapi boleh gak, kan kebijakan kita garis besarnya swasembada pangan. Harus punya padi dan lain-lain. Berani gak kita nanam lain yang bisa hilirisasi satu pohon bisa menghasilkan banyak lapangan kerja misalnya. Tapi, gak segampang itu,” terangnya ulang.
Namun, menuntaskan pekerjaan rumah itu pun jadi isu yang masih belum bisa dijawab hingga saat ini. Menurutnya, harga pangan selalu ditekan untuk tidak naik, itu bertolak belakang dengan kesejahteraan para petani.
“Jadi gini, kalau kita dituntut menyejahterakan petani, kalau lewat hulunya kan beras, jagung, tembakau, ada ruang gak? kan cita-cita kita harga pangan jangan naik. Terus dari mana petani sejahtera. Sementara petani aja bertambah terus, sedangkan lahan gitu aja,” imbuhnya lagi. (lta/ihz/ipg)