Sabtu, 23 November 2024

Dua Pihak Berkonflik Sudan Sepakat Lindungi Warga Sipil

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Dokumentasi para pengungsi konflik Sudan. Foto: Reuters

Para pejabat Amerika Serikat (AS) menyebut faksi-faksi yang tengah berperang di Sudan, pada Jumat (12/5/2023) pagi waktu setempat, berjanji melindungi warga sipil dan pergerakan bantuan kemanusiaan.

Seperti dilaporkan Antara mengutip Reuters, kedua faksi tersebut masih tidak menyepakati gencatan senjata sehingga tetap berbeda pandangan.

Setelah berunding selama sepekan di Jeddah, Arab Saudi, angkatan bersenjata Sudan dan milisi Pasukan Pendukung Cepat (RSF) menandatangani sebuah deklarasi bahwa mereka akan mengupayakan gencatan senjata jangka pendek dalam pembicaraan berikutnya.

“Kedua pihak masih sangat berbeda pendapat,” kata pejabat senior Departemen Luar Negeri AS yang meminta namanya tak disebutkan.

Para juru runding Saudi dan AS, selanjutnya akan membahas langkah keamanan secara khusus untuk mengamankan pasokan bantuan kemanusiaan.

Para pejabat AS mengatakan bakal membutuhkan proses panjang untuk bisa mencapai gencatan senjata sementara, yang jika disepakati bakal menjadi penghentian pertikaian secara permanen.

Namun Washington berharap kesediaan kedua pihak dalam meneken deklarasi Jumat ini, juga bisa menciptakan momentum. Selain itu, kelompok-kelompok sipil diperkirakan berpartisipasi dalam perundingan-perundingan selanjutnya.

Sebelumnya, bentrokan mengguncang wilayah Halfaya yang menjadi jalur masuk ke ibukota Khartoum, pada Kamis (11/5/2023) kemarin. Warga sipil mendengar deru pesawat tempur meraung-raung di atas Khartoum dan kota-kota sekitarnya, seperti Bahri dan Omdurman.

Berbagai kesepakatan gencatan senjata sebelumnya berulang kali dilanggar, sehingga menjerumuskan warga sipil ke dalam situasi chaos. Selain itu juga memicu bombardemen yang menciptakan krisis pasokan listrik, air, dan makanan, serta ambruknya sistem kesehatan.

Pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mengatakan, deklarasi yang ditandatangani Jumat pagi tersebut berusaha memulihkan pasokan bantuan makanan dan merestorasi layanan air bersih dan listrik.

Para juru runding berharap aparat keamanan ditarik dari rumah sakit-rumah sakit dan klinik-klinik, dan meminta jenazah mereka yang tewas dimakamkan secara layak, kata pejabat itu.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, sekitar 600 orang tewas dan lebih dari lima ribu orang terluka akibat perang ini. Kementerian Kesehatan Sudan mengungkapkan 450 orang tewas di Darfur barat.

PBB menyebut banyak orang meninggalkan Khartoum dan Darfur, sehingga di dalam negeri sendiri menciptakan 700 ribu pengungsi, dan 150 ribu orang lainnya mengungsi ke negara-negara tetangga Sudan.

Cameron Hudson dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Washington menyebut, upaya menerapkan kesepakatan apa pun bakal menjadi hal yang menantang.

“Mereka terjerumus dalam perang habis-habisan. Ketika mereka menandatangani selembar kertas (perdamaian), maka Washington yang akan merayakan kemenangan besar itu. Bagi saya itu tidak mengubah dinamika konflik,” kata Hudson.

Dalam sebuah pertemuan hak asasi manusia di Jenewa, negara-negara Barat mengutuk pelanggaran yang dilakukan kedua pihak. Namun, diplomat Sudan mengatakan konflik tersebut adalah masalah dalam negeri Sudan. (ant/bil/faz)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs