Jumat, 22 November 2024

Rupiah Menguat di Tengah Potensi Perlambatan Ekonomi AS

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Ilustrasi mata uang Dolar AS dan Rupiah. Foto: Antara

Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal perdagangan Rabu (26/4/2023), menguat di tengah potensi perlambatan ekonomi Amerika Serikat (AS).

Pada Rabu pagi ini, Rupiah naik 34 poin atau 0,23 persen ke posisi Rp14.905 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.939 per dolar AS.

“Rupiah masih berpeluang menguat terhadap dolar AS karena perkembangan data-data ekonomi AS yang menunjukkan potensi pelambatan ekonomi di AS,” kata Ariston Tjendra pengamat pasar uang dilansir Antara, Rabu (26/4/2023).

Data-data ekonomi AS tersebut meliputi antara lain aktivitas manufaktur dan kekhawatiran akan situasi perbankan di AS.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan pada Kamis (20/4/2023), bahwa klaim pengangguran baru meningkat menjadi 245.000 dalam pekan yang berakhir 14 April dari 240.000 pada minggu sebelumnya. Para ekonom memperkirakan pembacaan 242.000.

Sedangkan, Federal Reserve Philadelphia melaporkan pada Kamis (20/4/2023) bahwa indeks manufaktur Fed Philadelphia adalah -31,3 pada April, turun dari -23,2 pada Maret. Itu adalah pembacaan terendah sejak Mei 2020. Para ekonom memperkirakan pembacaan -19,4.

Indeks aktivitas bisnis umum di Texas melemah menjadi -23,4 pada April, turun dari -15,7 pada Maret, menurut survei prospek manufaktur yang diterbitkan oleh Federal Reserve Dallas pada Senin (24/4/2023). Para ekonom memiliki ekspektasi -11,5. Indeks produksi di bawah angka survei 0,9 pada April, turun dari 2,5 pada Maret.

Federal Reserve Chicago melaporkan pada Senin (24/4/2023) bahwa indeks aktivitas nasional Fed Chicago berdiri di 0,19 pada April, tidak berubah dari pembacaan sebelumnya pada Maret.

Survei kondisi ekonomi Fed Chicago (CFSEC) menunjukkan bahwa indeks aktivitas turun ke -37 pada April dari -8 pada Maret, “menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi jauh di bawah tren.”

Ariston menuturkan bahwa pasar masih berekspektasi bahwa bank sentral AS hanya akan menaikkan suku bunga acuan satu kali saja tahun ini.

Di sisi lain, para petinggi Bank Sentral AS masih menyuarakan kenaikan suku bunga acuan AS untuk menurunkan tingkat inflasi AS yang masih jauh dari target dua persen. Hal itu membuat dolar AS tidak melemah terlalu dalam.

Pasar juga menunggu perkembangan data ekonomi AS selanjutnya. Pada Kamis ini, pasar menantikan data Produk Domestik Bruto (PDB) AS kuartal pertama. Data itu menjadi indikator kesehatan ekonomi AS yang bisa membalikkan ekspektasi pasar mengenai kebijakan Bank Sentral AS ke depan.

Ariston memperkirakan rupiah berpeluang menguat ke arah Rp14.880 per dolar AS dengan potensi resisten di kisaran Rp15.000 per dolar AS.(ant/ihz/faz)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
36o
Kurs