Setelah muncul ancaman pembunuhan terhadap warga Muhammadiyah yang dilakukan oleh AP Hasanuddin oknum peneliti astronomi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang bermula dari statement Thomas Djamaluddin profesor riset astronomi dan astrofisika BRIN melalui media sosial, Satria Unggul Wicaksana Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya buka suara.
Menurutnya, dalam kasus tersebut terdapat beberapa poin yang harus menjadi perhatian serius dan perlu disikapi.
Satria mengatakan bahwa tindakan Thomas dan AP Hasanudin merupakan bagian dari ancaman terhadap keberagaman agama dan keyakinan yang telah dijamin dalam Pancasila dan UUD 1945.
“Apalagi disertai dengan ancaman pembunuhan, hal tersebut jelas menimbulkan gejolak masyarakat yang demikian besar bagi disintegrasi bangsa,” ujar Satria dalam keterangannya, Rabu (26/4/2023).
Dia menekankan agar berbagai bentuk narasi yang memuat isu premanisme dan sarat atas kekerasan dihentikan, karena kontraproduktif dengan ide persatuan dan kesatuan bangsa.
Satria mengatakan bahwa kebebasan berekspresi yang diatur dalam UUD 1945 dan Kovenan Sipil Politik (ICCPR), dimana Indonesia meratifikasi dalam UU No.12 Tahun 2005, menyebutkan kalau kebebasan tersebut dapat dibatasi (derogable rights).
Menurutnya, penyampaian Thomas dan AP Hasanudin jelas tidak masuk kebebasan berekspresi yang dilindungi dalam konstitusi dan prinsip hukum HAM
Ia menyatakan, perbuatan tersebut merupakan kategori ujaran kebencian atas dasar pencemaran nama baik atas dasar suku, agama, ras, adat-istiadat (SARA) yang mengarah kepada perseorangan maupun kelompok masyarakat tertentu sesuai Pasal 28 ayat (2) UU No.11 Tahun 2008 sebagaimana dirubah dalam UU No.19 Tahun 2016
“Penjelasan mengenai unsur tindak pidana tersebut juga dijelaskan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menkominfo dengan Jaksa Agung dan Kepolisian. Sehingga ujaran kebencian yang dilakukan di twitter tersebut memenuhi unsur tersebut,” jelasnya.
Sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN), tindakan Thomas dan AP Hasanudin menurutnya tidak pantas dilakukan, dan melanggar ketentuan dan prinsip kepatuhan ASN.
“Penjatuhan sanksi harus diproses sesuai ketentuan internal BRIN dan Komisi ASN untuk memberi sanksi disiplin, dimana hal tersebut masuk kategori pelanggaran berat,” pungkasnya.(ris/iss/faz)