Usai empat tahun lalu terlihat di Indonesia, peristiwa gerhana matahari hibrida kembali terpantau di halaman Balai Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim) Kamis (20/4/2023).
Muhammad Rizky Pradana Ketua Surabaya Astronomy Club (SAC) menyampaikan, fenomena alam langka itu masuk dalam kategori gerhana matahari tahunan atau solar eclipse. Dimana, tertutupnya sinar matahari oleh bulan yang terakhir kali bisa dilihat di Indonesia pada tahun 2019 lalu.
“Gerhana Matahari Hibrida tidak setiap tahun terjadi di Indonesia dan itu menjadi daya tarik tersendiri, salah satunya menarik minat masyarakat serta wisatawan untuk mengamati bersama. Bahkan, di Surabaya kali ini, hanya SAC yang menggelar kegiatan ini,” katanya.
Momen langka itu dimanfaatkan berbagai warga Surabaya maupun dari luar kota yang sengaja datang hanya untuk ikut menyaksikan.
Pemantauan Gerhana Matahari Hibrida itu dimulai sejak pukul 09.00 WIB. Warga menyaksikan melalui beberapa teleskop dan kacamata filter matahari untuk mendukung pengamatan, hingga yang paling canggih adalah kamera hidrogen alfa yang terhubung dengan laptop.
Salah satunya, Lidya wisatawan asal Kota Malang Jatim yang datang bersama suami dan kedua anaknya sejak pukul 09.30 WIB. Mereka langsung menuju teleskop dan sesekali memakai kacamata filter matahari untuk mengamati gerhana matahari hibrida.
“Kesini karena ada informasi gerhana matahari dan lokasinya di halaman Balai Kota Surabaya, jadi kita bergegas dari Malang tadi pagi. Sekaligus anak-anak saya ingin bermain di Taman Surya dan melihat Balai Kota Surabaya,” kata Lidya.
Menurutnya, menyaksikan langsung fenomena alam gerhana matahari hibrida sekaligus bisa mengedukasi kedua anaknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
“Di sekolah lewat Sains kan mereka belajar tentang Gerhana Bulan maupun Matahari, tapi kalau cuma melalui materi dari buku saya rasa kurang. Kalau menyaksikan langsung bisa jadi kesempatan yang sangat bagus sekali karena sama dengan yang dipelajari di buku,” ungkapnya.
Begitu juga, Fridayani Kusuma wisatawan asal Gresik Jatim, antusias menyaksikan fenomena alam gerhana matahari. Menurutnya peristiwa ini bisa menjadi alternatif liburan dan belajar.
“Kami sengaja liburan sambil memberikan pengalaman belajar untuk anak-anak. Tadi mengamati lewat teleskop lalu sekarang menggunakan kacamata filter matahari, karena fenomena alam ini sangat jarang terjadi. Maka bisa menjadi salah pengalaman dari pelajaran di sekolah yang jarang terulang,” kata Fridayani. (lta/bil)/rst)