Jumat, 22 November 2024

Jurnalisme Warga Suara Surabaya Menginspirasi Radio Komunitas Sudan di Amsterdam

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Nigel Ballard praktisi Radio Dabanga Belanda (kanan) di sela-sela bersama dengan Eddy Prastyo Manager Produksi sekaligus Pemimpin Redaksi Suara Surabaya (tengah) pascadiskusi soal Jurnalisme Warga di kantor Debanga, Amsterdam, Belanda. Foto: Istimewa

Setelah sebelumnya jadi satu-satunya media Indonesia yang ikut serta dalam Summit for Democracy (SFD) ke-2 di World Forum Den Haag, Belanda pada 28-30 Maret, Suara Surabaya berkesempatan berkunjung dan sharing dengan media lokal lainnya di Negeri Kincir.

Salah satunya dengan Dabanga Radio di Amsterdam, media khusus komunitas pengungsi (refuge) politik dari Sudan yang telah lama berkonflik, seperti adanya perang saudara hingga lahirnya Junta Militer.

Radio tersebut terbentuk atas inisiatif masyarakat sipil Sudan yang mengorganisasi diri, dan bersuaka kepada pemerintah Belanda untuk mempromosikan nilai demokrasi dan keberagaman, di tengah konflik negara mereka.

Eddy Prastyo Manager Produksi sekaligus Pemimpin Redaksi Suara Surabaya mengungkapkan, kunjungan ke Dabanga Radio dilakukan karena Free Press Unlimited selaku penyelenggara event menilai ada kemiripan dengan SS Media, yakni dari sisi jurnalisme warga.

“Bedanya mereka pakai frekuensi radio AM, sehingga (siarannya) bisa diterima oleh masyarakat di Sudan. Selain itu, pola jurnalisme warga yang dibangun Dabanga sifatnya bawah tanah, karena banyak source dari warga sipil yang berkenan memberikan informasi soal apa yang terjadi di Sudan,” jelas Eddy yang mewakili SS Media dalam kunjungan tersebut di Belanda, Sabtu (1/4/2023).

Dalam diskusi dua jam itu, kata Eddy, Debanga Radio juga menanyakan bagaimana SS Media secara konsisten menerapkan jurnalisme konstruktif solutif, dimana selalu ada jalan keluar dalam setiap permasalahan yang diadukan warga/pendengar.

“Kuncinya adalah bagaimana pehamanan dan kemampuan kuat untuk melakukan mapping terhadap local wisdom mereka sendiri. Karena local wisdom juga yang menjadikan mereka bisa lebih kuat dari sisi trust, impact dan influence persis seperti yang dilakukan Suara Surabaya dengan citizen journalism-nya.

Menurut Eddy, Debanga Radio sejatinya sudah memiliki tiga unsur tersebut, yakni trust, impact dan influence. Namun belum ada gerakan untuk menegaskan eksistensi mereka.

Dia pun mencontohkan kepada Debanga Radio, gerakan “Surabaya Bergerak” yang mengkonsolidasi semua stakeholder baik pemerintah setempat, masyarakat hingga pengusaha untuk memecahkan bersama persoalan kota.

“Sehingga dengan adanya konsolidasi dengan stakeholder, bisa menegaskan kepercayaan publik secara penuh ke dabanga. Sehingga punya kekuatan/power yang kuat untuk mengontrol pemerintah yang militaristik (otoriter), semisal mereka pada akhirnya pulang ke Sudan,” jelasnya.

Seperti diketahui, keberadaan Debanga Radio di Amsterdam tak lepas dari Pemerintah Belanda yang terbuka dengan Political Asylum.

Dukungan dari Uni Eropa dan keberadaan Mahkamah Internasional di Belanda, membuat politik luar negeri Negeri Kincir secara terbuka menerima dan memberi ruang berekspresi kepada para pengungsi politik mendemokratisasi negaranya dari sana.

Sebagai informasi, Suara Surabaya Media jadi satu-satunya media di Indonesia, yang diundang oleh Kementerian Luar Negeri Belanda lewat Free Press Unlimited  menyampaikan Best Practice atau cerita ispiratif di Surabaya ke forum internasional tersebut ini.

Hal tersebut juga disampaikan Ruth Kronenburg Direktur Eksekutif Free Press Unlimited, yang mengatakan kalau apa yang sudah dilakukan Suara Surabaya layak disebarkan ke seluruh dunia. Karena jurnalisme warga-nya, dianggap bisa menguatkan demokrasi di banyak negara.

“Artinya ini jadi kebanggaan tersendiri bagi warga Surabaya, bahwa inisiatif dan local wisdom-nya, baik dari pemkot, warga maupun perusahaan di Surabaya itu dilihat dan sampai ke telinga internasional,” papar Eddy. (bil/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs