Sabtu, 23 November 2024

Partai Gelora Menduga Ada Permainan Kartel yang Menginginkan Impor di Tengah Panen Raya

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Ilustrasi. Beras impor. Foto: Dok. suarasurabaya.net

Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menyoroti masalah cadangan stok cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Bulog yang tinggal 220 ribu ton, padahal saat ini tengah musim panen.

Partai Gelora menduga ada permainan kartel yang menginginkan adanya impor beras untuk memenuhi cadangan beras pemerintah, bukan berasal dari penyerapan beras petani.

“Disinilah perlunya kita bersama-bersama segera membangun kemandirian, supaya bangsa kita tidak impor lagi. Masa wilayahnya subur, kita impor terus dan menjadi bangsa yang tidak bersyukur. Tanahnya subur, tapi pertaniannya impor,” kata Achmad Nur Hidayat, Ketua Bidang Kebijakan Publik DPN Partai Gelora dalam Gelora Talk bertajuk ‘Ramadhan 1444 H, Ketahanan Pangan dan Konsumsi Bijak di Bulan Ramadhan, Rabu (29/3/2023) sore.

Menurut dia, Partai Gelora sangat konsen terhadap kemandirian bangsa sejak krisis terjadi, yang dimulai dari pandemi Covid-19 yang sekarang diperparah dengan dampak perang Rusia-Ukraina.

“Partai Gelora sudah mewanti-wanti tantangan ke depan, yang dihadapi Indonesia dan dunia adalah masalah pangan. Pemerintah tidak bisa lagi membuat kebijakan yang sifatnya pemadam kebakaran saja,” katanya.

Ia menilai pemerintah terlihat gagap dalam mengantisipasi dampak krisis saat ini. Para stakeholder di pusat dan daerah, yang memiliki policy maker seharusnya mulai membangun kemandirian pangan.

“Membangun kemandirian ini jauh lebih penting, dibandingkan menyelesaikan masalah pangan dengan impor, impor dan impor lagi, mau sampai kapan kita impor? Bagaimana petani mau sejahtera, ketika panen bukannya menyerap beras petani, tetapi pemerintah mau impor lagi 2 juta ton,” jelasnya.

Sementara, I Gusti Ketut Astawa Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengatakan, bahwa cadangan pangan pemerintah secara prinsip masih cukup dan aman hingga akhir tahun.

Sebab, cadangan pangan itu, jika mengacu pada UU No.18 Tahun 2022 tentang Pangan adalah cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan di masyarakat.

“Problemnya sekarang adalah ketika pemerintah mau melakukan intervensi saat terjadi gejolak harga, pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa, karena cadangan beras pemerintah per 24 Pebruari tinggal 220 ribuan ton, mungkin sekarang menurun lagi,” kata Ketut Astawa.

Pada saat yang sama, lanjut Ketut, pemerintah memberikan bantuan beras 10 kg per penerima kepada 21,353 juta keluarga penerima manfaat (KPM) selama tiga bulan, sehingga dibutuhkan sekitar 630 ribu ton beras untuk kebutuhan Maret, April dan Mei.

“Sekarang juga terjadi anomali saat musim panen, harusnya harga beras pada bulan Pebruari, Maret dan April turun, tetapi justru harganya naik. Pemerintah telah menugaskan Bulog untuk menyerap beras petani, tetapi harganya terlalu tinggi, sehingga stok beras di Bulog masih 220 ribuan ton saat ini,” ungkapnya.

Selain itu, penggilingan besar yang selama mamasok beras untuk Bulog juga hanya mampu mensuplai beras sebanyak 60 ribuan ton saja. Sehingga dalam Rapat Pimpinan di Kementerian Perekonomian diputuskan untuk impor lagi 2 juta.

“Beras impor itu nantinya akan digunakan untuk memenuhi bantuan 630 ribu ton kepada keluarga penerima manfaat dan untuk stabilitas harga sekitar 220 ton per bulan,” kata dia.

Ketut menegaskan, persoalan pangan akan selesai apabila pemerintah memiliki kekuatan akan cadangan pangan dan memiliki kemandirian sebagai bangsa.

Namun, ia mengatakan, Bapanas saat ini masih memiliki kendala koordinasi untuk mengkoordinasikan istansi terkait dalam pemenuhan cadangan pangan pemerintah.

“Masalah itu akan selesai, kalau regulasi yang kita sebut sebagai Sistem Pangan selesai dibahas. Jadi pemerintah dalam memenuhi cadangan pangan itu, harus menjaga di hulu, tengah dan hilirnya atau konsumsi,” pungkasnya.

Ahli Imunologi dan Mikrobilogi Rina Adeline menambahkan, masalah pangan tidak pernah selesai, karena ada permintaan, sehingga suplainya tidak terkontrol.

Padahal saat ini sudah terjadi pergeseran budaya mengenai konsumsi makanan di masyarakat, dari sebelumnya memasak sendiri, sekarang lebih suka mengkonsumsi makanan jadi.

“Jadi berdasarkan sensus kita, terjadi pergesean pengeluaran masyarakat kita, dari budaya memasak sendiri menjadi makan jadi. Itu mencapai 220 ribu orang per kapita. Jika melihat data itu, cadangan pangan pemerintah harusnya cukup,” kata Rina Adeline.

Ia meminta agar masyarakat mulai beralih dalam memenuhi kebutuhan karbohidratnya tidak lagi didapatkan dari konsumsi beras, tapi bisa dialihkan ke konsumsi sayuran dan buah-buahan.

“Sayuran dan buah-buahan itu karbohidratnya lebih kompleks, lebih lengkap dibandingkan beras. Ini bisa menjadi edukasi ke masyarakat agar keluarga kita lebih banyak mengkonsumi sayuran dan buah-buahan, daripada beras. Hal ini, saya kira juga bisa menjadi program untuk bargaining ke pemerintah,” tegasnya. (faz/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs