Sabtu, 23 November 2024

Pemerintah Diingatkan Jangan Jadikan Alasan Cuaca Ekstrem untuk Impor Beras

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Budi Waseso (kiri) Dirut Perum Bulog bersama Zulkifli Hasan (tengah) Menteri Perdagangan dan Arief Prasetyo Adi (kanan) Kepala Badan Pangan Nasional meninjau pembongkaran beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Jumat (16/12/2022). Foto: Antara

Johan Rosihan Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS menanggapi soal polemik prediksi produksi beras yang dinilai terus menurun akibat cuaca ekstrim yang menyebabkan banjir dan gagal panen di sejumlah areal produksi padi.

Namun anehnya, kata Johan, di sisi lain Pemerintah selalu mengklaim bahwa produksi beras aman dan cukup. Hal ini disampaikan Johan menanggapi rencana impor beras 2 juta ton pada tahun ini.

“Pemerintah jangan menjadikan ancaman cuaca ekstrim sebagai pembenaran untuk melakukan impor beras sebab memang benar cuaca berpotensi mengganggu produksi namun pemerintah harusnya menggerakkan petani untuk bekerja keras memproduksi gabah atau beras dengan cara memberikan perlindungan dan kebijakan yang berpihak pada petani bukan dengan kebijakan impor yang malah membuat petani semakin sengsara dan kesulitan meningkatkan produksinya” ujar Johan dalam keterangannya, Rabu (29/3/2023).

Dia meminta pemerintah selalu waspada terhadap ancaman gagal produksi pangan akibat faktor iklim, sebab menurutnya, mulai akhir maret hingga pertengahan agustus 2023 nanti iklim akan mengarah normal namun akan memasuki El Nino atau iklim kemarau berkepanjangan, dimana banyak ahli memprediksi produksi padi turun dengan kisaran 5 persen.

”Kewaspadaan pangan yang dibuat pemerintah tidak boleh dengan cara impor beras dan impor pangan lainnya sebab impor ini harus dibatalkan demi membuat petani kita lebih bergairah dan bersemangat di tengah ancaman cuaca yang tidak menentu,” ucap Johan.

Kata Johan, pemerintah harus menghitung dengan cermat rasio produksi terhadap konsumsi beras dengan data yang akurat sehingga tidak gegabah memutuskan impor beras.

“Saya menilai pemerintah harus sadar bahwa kebijakan penurunan anggaran kementan secara tajam dan juga subsidi pupuk yang juga turun serta harga pupuk nonsubsidi yang melonjak 2-3 kali lipat telah berdampak signifikan menyebabkan produksi Pertanian tidak naik padahal iklim saat ini sebenarnya sangat mendukung,” ungkap Johan.

Johan dengan tegas menolak kebijakan impor beras terutama saat panen raya dan terus menyayangkan terjadinya peningkatan impor komoditas pangan lainnya mulai dari jagung hingga kedelai.

“Kita menilai bahwa pemerintah ngotot melakukan impor beras telah berdampak sangat buruk bagi petani. Dan faktanya berdampak pada meningkatnya kemiskinan di pedesaan, peralihan penguasaan lahan dari masyarakat desa ke pemodal dan hancurnya kedaulatan pangan nasional. Jadi kita lihat tidak ada gunanya anggaran untuk mengatasi kemiskinan begitu besar namun dirusak oleh kebijakan impor yang malah membuat angka kemiskinan semakin meningkat,” ujar Johan.

Wakil Rakyat dari Pulau Sumbawa ini mengingatkan pemerintah bahwa tahun ini pangan pokok mengalami ancaman serius karena terjadinya musim tanam dan panen pertama justru terancam oleh curah hujan yang tinggi, banjir dan hama di sebagian wilayah sentra produksi pangan.

“Sebagai catatan bahwa produksi padi kita hanya meningkat sedikit pada 2020 lalu sebesar 0,09%; kemudian menurun 0,42% (2021) dan sedikit meningkat 0,61% pada tahun 2022 lalu. Maka keseriusan pemerintah menjadi kunci bagi upaya peningkatan produksi padi ke depan di tengah ancaman cuaca ekstrim. Selain diperlukan kepekaan pemerintah terhadap nasib jutaan petani dengan cara membatalkan rencana impor beras,” pungkas Johan.(faz/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs