Jumat, 22 November 2024

Surat Terbuka “ASN Milenial” Indikasikan Lemahnya Pengawasan Internal Birokrasi Pemerintah

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Surat terbuka mengatasnamakan "Pegawai Milenial Bea Cukai" yang mengadukan dugaan penyelewenga oknum Bea Cukai Kualanamu beberapa waktu lalu. Foto: Tangkapan layar

Surat terbuka mengatasnamakan “Pegawai Milenial Bea Cukai” yang menyuarakan penyalahgunaan wewenang dan penyelewengan, oleh Bea Cukai Kualanamu beberapa waktu lalu, viral hingga berujung polemik di khalayak luas.

Para milenial yang dianggap terlibat dalam pembuatan surat terbuka itu pun kini dipanggil oleh Seksi Kepatuhan Internal Bea Cukai sebagai bagian dari prosedur tindak lanjut masukan yang disampaikan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, termasuk surat terbuka.

Namun, baik surat maupun pemanggilan tersebut lagi-lagi dipersoalkan dan disayangkan banyak pihak. Salah satunya KPK yang menganggap sebagai bentuk pembungkaman para Aparatur Sipil Negara (ASN) milenial. KPK juga menilai pemanggilan tidak sesuai juga dengan semangat whistle blowing system (WBS).

Menganggapi seluruh persoalan tersebut, Prof. Eko Prasojo Sekretaris Eksekutif Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional mengatakan kalau sumber masalah sebenarnya terletak pada sistem pengawasan internal birokrasi lembaga pemerintah yang lemah.

Menurutnya, pengawasan yang lebih efektif, transparan dan akuntabel harusnya bisa menyelesaikan persoalan itu secara internal, tanpa harus adanya surat terbuka.

“Sehingga surat (terbuka) itu tidak harus terjadi, seandainya sistem pengawasan berfungsi dengan baik. Saya pikir itu paling penting, karena pegawai negeri sipil (PNS) itu kan terikat dengan peraturan perundang-undangan yang ada di hukum kepegawaian kiita,” ujar Eko Prasojo saat mengudara di program Wawasan Suara Surabaya, Senin (27/3/2023).

Mantan Wakil Menteri PANRB era Susilo Bambang Yudhoyono itu menjelaskan kalau di setiap lembaga pemerintahan, baik kementerian maupun pemerintah tingkat daerah punya “Aparat Pengawas Internal Hemerintah” (APIP).

APIP sendiri punya tugas mengkomunikasikan dan menindaklanjuti segala dugaan tindak penyalahgunaan wewenang, atau penyelewengan bahkan fraud (kecurangan) yang dilakukan oleh ASN.

“Komunikasi internal selalu berkaitan dengan pengawasan internal juga. Jadi semisal ada pegawai melihat suatu potensi penyalahgunaan wewenang, penyelewengan, pelanggaran etik atau apapaun, maka pegawai tadi bisa melapor ke APIP sehingga bisa dtindaklanjuti,” jelasnya.

Namun, lanjut Eko, jika pelaporan kepada APIP tidak membuahkan hasil, bisa melapor ke lembaga yang tingkatannya lebih tinggi yaitu Ombudsman RI. Hal ini diharapakan agar kedepan tidak ada lagi surat terbuka.

Dia menjelaskan ada dua peraturan yang mengikat ASN secara internal dan etik  sebagai abdi negara, terutama yang berhubungan dengan internal birokrasinya. Yaitu Undang-Undang No.5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, dan Undang-Undang No.30 2013 Tentang Administrasi Pemerintahan.

Dalam dua peraturan tersebut, diatur kalau ASN tidak boleh membongkar rahasia negara atau hal-hal yang sifatnya kerahasiaan pemerintah/lembaga dan lain sebagainya.

“Jadi cara surat terbuka ini menurut saya tidak lazim dipakai ASN untk menyampaikan hal hal yang terjadi dalam birokrasi. Bayangkan atas nama ketidaksukaan seorang ASN, akhirnya yang bersangkutan bisa-bisa ikut menyampaikan ke publik hal yang berkaitan dengan rahasia negara atau proses internal lembaga,” jelasnya.

“Jangan sampai kami di pemerintahan (dengan adanya surat terbuka lain) justru disibukan dengan hal-hal substansial yang tidak berkaitan dengan pelayanan publik,” tambahnya.

Sebagai informasi, surat terbuka tersebut pertamakali diunggah oleh akun twitter @PartaiSocmed pada 23 Maret 2023 lalu. Dalam unggahan tersebut disertakan kronologi dan bukti-bukti penyelewengan yang merugikan negara, seperti pembebasan pajak barang penumpang.

Unggahan itu mencontohkan penumpang yang membawa banyak Iphone yang semula harganya Rp24 juta per unit, dibebaskan dari pajak dengan syarat sang penumpang harus membayar uang jasa/tip kepada para oknum tersebut.


“Caranya yaitu dengan mendaftarkan Iphone mahal penumpang yg mau bekerjasama sebagai merek Android yang murah, sehingga cukai yang harusnya masuk ke kas negara berubah jadi nol. Tentu ada imbal jasa dari penumpang kepada petugas tersebut, yang harusnya masuk ke kas negara beralih ke kantong oknum,” tulis unggahan tersebut.

Selain itu dalam surat terbuka juga ditulis kalau hal tersebut juga diketahui sampai ke kepala kantor wilayah (eselon II) dan tidak dilakukan tindakan tergas, demi menjaga nama baik institusi dan jangan sampai ter blow up ke media.

Terkait hal tersebut, Prof Eko Prasojo menyebut kalau persoalan itu jadi tugas Reformasi Birokrasi untuk bersih-bersih penyakit. Selain itu, harus dibuat sistem secara merata yang memungkinkan anak-anak muda punya inovasi, kreatifitas dan tidak tertekan semata-mata kepada loyalitas.

“Memang ini masa transisi, sekarang kurang lebih ada 11 persen ASN Gen Boomers yang akan pensiun. 25 persen Gen X dan sisanya lagi Gen Y dan Z. Sisa-sisa penyakit kan belum tentu bersih bener, ibarat orang kena kanker setelah di kemo kankernya tidak hilang bener, masih ada di dalam birokrasi kita. Itu yang jadi PR kedepan untuk pemerintah,” pungkasnya. (bil/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs