Shochrul Rohmatul Ekonom Universitas Airlangga (Unair) menyebut Ramadan sebagai bulan berkah, tidak hanya bicara tentang puasa, mengaji atau ibadah lainnya.
Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan itu mengatakan di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, Ramadan juga dirayakan dan ditandai dengan banyaknya pedagang ultra mikro yang berjualan takjil sebelum berbuka.
“Tentunya, dengan itu, ramadan memberikan manfaat kepada banyak aspek, salah satunya aspek ekonomi,” ucapnya pada Senin (20/3/2023).
Ia menjelaskan bahwa fenomena tersebut menandakan bahwa Ramadan menjadi momen dalam peningkatan perekonomian masyarakat.
“Daya beli masyarakat di bulan Ramadan itu cenderung naik dan terdistribusi. Jadi orang yang cenderung kaya akan menyedekahkan, sehingga orang-orang dalam kelompok masakin (miskin) mendapat tambahan income dan daya beli naik,” ujarnya.
Selain itu, aspek psikologis dan keyakinan dalam beragama, menurutnya juga memengaruhi hal tersebut. Banyak masyarakat yang merasa jika Ramadan menjadi waktu yang tepat untuk bersedekah dan mengeluarkan uang yang dimilikinya, sehingga demand atau permintaan cenderung naik.
Ia juga menegaskan, permintaan masyarakat itulah yang ditangkap oleh pasar sehingga direspon dengan munculnya usaha-usaha ultra mikro baru.
Hal itu menurutnya juga membuat para pengusaha menaikan supply atau penawaran barang yang dimiliki, untuk memenuhi permintaan masyarakat. Yang mana kenaikan itu, kata dia, membuat titik keseimbangan atau quilibrium juga berubah.
“Banyak orang yang sudah merencanakan income-nya untuk menghadapi bulan Ramadan. Ada sebagian orang yang memilih untuk membuat tabungan idulfitri, kalau di kampung ada arisan lebaran. Itu uang yang sengaja dikumpulkan untuk Ramadan dan idulfitri,” jelasnya.
Meskipun begitu itu, ia mengingatkan agar pedagang mampu bertindak rasional dan paham akan pasar, sehingga dapat menyetok barang dengan efisien.
“Jangan sampai glorifikasi prospek usaha di bulan ramadan membuat pedagang ultra mikro baru mencari modal dengan berutang,” ucapnya.
Ia menegaskan, skema pembiayaan dengan utang untuk usaha yang sporadis seperti usaha ultra mikro itu bahaya. “Karena tidak sedikit yang setelah lebaran menanggung utang banyak, dengan alasan ketipulah, salah perhitunganlah dan tidak laku barang dagangannya,” pungkasnya.(ris/ipg)