Senin, 25 November 2024

Kemenkes Sebut KLB Polio Dipicu Cakupan Imunisasi yang Anjlok Selama Pandemi

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi seorang pasien yang terkena polio duduk di kursi roda. Foto: Pixabay

Dokter Siti Nadia Tarmizi Kabiro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut cakupan imunisasi polio yang anjlok selama pandemi, jadi pemicu Kejadian Luar Biasa (KLB) di sejumlah daerah.

“KLB polio terjadi, karena sejak pandemi Covid-18 di tahun 2020, 2021, 2022, cakupan imunisasi dasar lengkap turun ke 40-50 persen. Selama berpuluh puluh tahun, itu 80-90 persen,” Kata Nadia usai menghadiri agenda Penghargaan Penanganan Pandemi Covid-19 di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (20/3/2023).

Dalam laporan Antara, Nadia menjelaskan bahwa Indonesia telah memasuki tahap eradikasi polio, di mana angka kasus harus ditekan sampai nol di seluruh daerah.

Namun akibat cakupan imunisasi polio yang turun, imunitas kelompok yang telah dibangun puluhan tahun lewat imunisasi rutin kian melemah.

Kemenkes melaporkan, saat ini terdapat sejumlah kasus polio di Indonesia, di antaranya satu kasus di Purwakarta, Jawa Barat, dan tiga kasus di Pidie, Aceh.

“Pada 2020, Indonesia masih aman, karena herd immunity-nya masih ada. di 2021 sudah turun, di tambah lagi ada anak baru yang lahir dan belum divaksinasi,” katanya.

Sementara pada tahun 2023 ini, Kemenkes kembali menggencarkan program Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) dan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).

Strategi untuk menggalakkan imunisasi rutin pada anak telah disusun, untuk memberikan perlindungan dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Pertama, menambah tiga jenis imunisasi rutin pada anak yang sebelumnya 11 vaksin, termasuk polio, menjadi 14 vaksin.

Vaksin yang ditambahkan adalah vaksin Rotavirus untuk anti diare, dan vaksin PCV untuk anti pneumonia yang ditargetkan untuk anak, serta vaksin HPV untuk mencegah kanker serviks. Vaksin itu diberikan untuk anak kelas lima dan enam SD untuk mencegah potensi kanker serviks saat anak menjadi dewasa.

Adapun arget akselerasi program BIAN dan BIAS di Pulau Jawa-Bali mencapai 90 persen. Khusus di luar Jawa-Bali, berkisar antara 80 persen peserta.

“Kami lihat dulu cakupan vaksinasinya. Yang pasti kalau ada KLB langsung outbreak respons immunization (ORI), jadi seluruh anak langsung diberi vaksinasi,” katanya

Salah satu tantangan yang masih dihadapi dalam program BIAN dan BIAS adalah penolakan dari keluarga, seperti ketakutan pada efek samping, isu halal dan haram produk vaksin.

“Sebagian besar vaksin memang halal, tapi ada campuran measles rubella (MR) itu yang belum ada fatwanya. karena memang gak tersedia jenis vaksinnya,” katanya.

Selain itu, imbuh Nadia, ada juga informasi yang salah tentang vaksin untuk anak, di antaranya mengenai gambar hoaks dan lain sebagainya. (ant/bil/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
28o
Kurs