Relokasi warga “Kampung 1001 Malam” di Kelurahan Dupak, Kecamatan Krembangan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akhirnya hampir selesai sejak dimulai Oktober 2022 lalu. Kini, relokasi menyisakan sekitar lima kartu keluarga (KK) saja.
Kelima KK tersebut nantinya akan segera tergabung dengan 140-an KK lain, yang terlebih dulu direlokasi ke rusunawa Sumur Welut dan Benowo Pakal, Surabaya.
Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya mengatakan, di balik suksesnya relokasi itu ada diskusi dan sosialisasi yang panjang antara pemkot dengan para warga. Hal ini dikarenakan mindset warga “Kampung 1001 Malam” sendiri, sudah sangat nyaman tinggal disana.
Apalagi tempat tersebut kerap jadi lokasi charity dan kegiatan sosial, sehingga tumbuh rasa ketergantungan warga akan bantuan.
“Ini bukan tempat yang seakan-akan warga-nya bisa dieksploitasi untuk dibantu. Akhirnya jadi kebiasaan. Kita sebagai orang beragama, kan bukan hanya memberi bantuan (material), tapi bagaimana membuat hidup mereka (warga) jadi lebih layak,” ungkap Eri dalam Program Semanggi Suroboyo, Jumat (17/3/2023).
Dia berharap, ke depan program charity baik perusahaan/komunitas bisa dikomunikasikan dengan pemkot yang punya data kemiskinan. Sehingga, bantuan yang diberikan bisa tepat sasaran.
“Saya berharap kalau bisa yang diberikan bukan hanya bantuan sesaat, tapi modal sehingga mereka bisa bekerja (berpendapatan). Kalau hanya sembako, mereka tidak akan bisa bergerak. Tapi kami (pemkot) tetap membuka pintu untuk siapa saja yang ingin berbagi. Ayo duduk bersama dan kami kasih data, sehingga akhirnya tahu kebutuhan dari yang diberi bantuan,” jelasnya.
Untuk diketahui, “Kampung 1001 Malam” di sekitar kolong jembatan Tol Dupak-Gresik itu sudah ada kurang lebih 30 tahun. Hampir 400 jiwa yang tinggal dengan gubuk disekat-sekat, kebanyakan merupakan pengamen, pengemis, pemulung hingga kuli bangunan.
Adapun lahan itu sejatinya milik Badan Pengembangan Wilayah Surabaya – Madura (BPWS), yang dipinjam pemkot untuk kebutuhan normalisasi sungai/pengerukan. Namun, adanya “Kampung 1001 Malam” membuat tanah tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya.
Meski demikian, Eri menegaskan kalau relokasi dilakukan murni karena sisi kemanusiaan, bukan demi kepentingan normalisasi dan pengerukan. Dia ingin anak-anak yang tinggal di tempat tersebut, punya masa depan lebih baik.
“Mereka (warga penghuni) sejatinya luar biasa. Setelah kita edukasi dan sosialisasi soal dampak kedepan kalau masih disitu, mereka semangat untuk bekerja dan jadi lebih baik lagi,” ucapnya.
“Tidak ada manusia yang ingin hidup selalu dalam kegelapan dan susah. Saya yakin meskipun di situ (Kampung 1001 Malam) banyak bantuan, mereka pasti ingin memberikan yang terbaik bagi anak cucu-nya,” imbuh Eri.
Selain diberi hunian gratis di rusunawa selama tiga bulan, lanjutnya, warga eks “Kampung 1001 Malam” dengan usia produktif akan diberdayakan lewat program Padat Karya.
Selama tiga bulan itu, pemkot juga akan menjamin mulai dari kelistrikan, air hingga permakanan. Sehingga, penghasilan dari padat karya bisa ditabung dan digunakan untuk keluar dari rusunawa, pindah ke rusunami.
“Jadi mereka bisa punya simpanan selama tiga bulan, mulai dari Rp4-5 juta per bulan hasil dari pemberdayaan Padat Karya,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu Eri juga menyampaikan kalau dalam program pemberdayaan, pemkot tidak bisa selalu memberikan pekerjaan sesuai bidang. Dia mengingatkan bekerja tidak harus menjadi pegawai, namun bisa lewat wirausaha seperti dalam konsep Padat Karya.
“Yang saya katakan kita selalu punya “Padat Karya”. Seperti membuat paving, budidaya maggot, itu bisa jadi (pendapatan-nya) lebih besar daripada pegawai,” ungkapnya.
Terakhir, Eri memastikan relokasi di tempat lain seperti di “Kampung 1001 Malam” juga akan dilakukan. Namun secara bertahap, karena jumlah rusun yang terbatas.
“Pengeluaran kita kalau semakin banyak membangun rusun. Kalau dipakai cuma buat bangun rusun saja, bayangkan per blok itu biaya-nya sudah puluhan sampai ratusan milyar yang dikeluarkan. Akhirnya bisa hilang (habis) uang itu dan kesejahteraan warga tidak bisa tersentuh,” pungkasnya. (bil/faz)