Peristiwa bencana gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah, Jumat (28/10/2018) lalu dimanfaatkan ratusan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Kota Palu untuk melenggang bebas keluar lapas.
Tapi tidak sedikit di antara mereka yang memilih jalan kooperatif. Mereka meminta izin kepada Kepala Lapas untuk mencari keluarga mereka yang mungkin terdampak bencana.
Kepala Lapas mengizinkan mereka keluar dengan syarat. Mereka hanya diberi waktu selama seminggu dan wajib lapor ke Lapas setiap harinya dari pagi pukul 08.00 WIB sampai pukul 17.00 WITA.
Lebih dari 100 orang narapidana dengan berbagai kasus tetap melapor ke Lapas setiap harinya. Seperti yang terjadi Minggu (7/10/2018) siang. Beberapa orang narapidana datang untuk melaporkan diri: nama, kasus yang menjerat mereka, serta vonis hukuman yang harus mereka jalani.
Lutfi Aris terpidana pengedar narkoba yang sudah menjalani tiga tahun penjara dari vonis lima tahun yang harus dia jalani memilih melapor ke lapas setiap harinya.
Menurutnya, kabur dari lapas adalah hal yang percuma. “Kita di sini kan untuk menjalani hukuman. Kita di sini juga dibina. Kabur juga bakal dikejar, hidup tidak tenang,” katanya kepada suarasurabaya.net.
Sama halnya dengan Ricky, seorang terpidana kasus pembunuhan dengan vonis hukuman enam tahun. Ricky sudah menjalani hukumannya selama 2,5 tahun.
Beberapa waktu sebelum terjadinya gempa, dia sudah berencana mengajukan pembebasan bersyarat. Karenanya dia memilih tetap melapor ke Lapas selama mencari keluarganya.
“Ada keluarga saya yang waktu kejadian di Pantai Talise, lihat Palu Nomoni. Ada juga yang jadi panitia,” ujarnya.
Dia bersyukur, keluarganya di Besusu Tengah, Palu Timur, selamat. Rumah mereka, meski terdampak sebagian masih bisa ditempati.
Dia sendiri mengaku lebih tenang bila menaati syarat wajib lapor. Karena dia tidak ingin lagi menjadi buronan lapas. Dia juga memahami konsekuensi kabur dari lapas.
“Ya, itu, hukuman yang sudah dijalani akan dihapus. Jadi buron, kan. Belum kalau tertangkap kena pasal baru. Enakan begini, tenang,” ujarnya.
Meski demikian, jumlah narapidana yang menaati status wajib lapor hanya sebagian kecil dari total narapidana yang kabur begitu saja.
Pihak Lapas menyatakan, mereka tidak akan tinggal diam. Begitu status tanggap bencana di Palu berakhir, Lapas Kelas II Kota Palu akan mulai memburu tahanan yang kabur.
Lapas Kelas II Kota Palu mendata, total sebanyak 674 narapidana yang menjalani pembinaan sebelum terjadinya bencana. Di antara mereka ada 28 napi anak dan 88 napi perempuan.
Total, hanya sekitar 113 orang dari total napi di lapas yang menaati status wajib lapor. Lebih dari 550 orang narapidana yang kabur akan menjadi buron.(den/iss)