Setelah 18 tahun setia mengabarkan berita kepada publik, pada Senin (8/10/2018), reporter Jose Asmanu “lulus” atau pensiun dari Suara Surabaya (SS) Media.
Sebagai wujud penghargaan SS Media atas kiprah yang diberikan pria berusia 59 tahun tersebut, di Kantor Suara Surabaya Media Jalan Wonokitri Besar Nomor 40C, Surabaya, digelar acara “wisuda” perpisahan sebagai tanda “lulus-nya” reporter Jose Amanu Sudarso.
Dalam kesempatan tersebut, Jose Asmanu menceritakan bagaimana awalnya memilih Radio Suara Surabaya sebagai “pelabuhan” media terakhirnya.
Awalnya, Jose Asmanu adalah reporter media cetak. Namun sekitar tahun 2000, ia bertemu dengan Errol Jonathans Direktur Utama Suara Surabaya Media di Polrestabes Surabaya. Dari sana, timbullah keinginan untuk ikut bergabung ke Suara Surabaya sebagai seorang reporter radio.
Errol Jonathans Direktur Utama SS Media saat memberikan sambutan dalam acara perpisahan Jose Asmanu sebagai reporter Suara Surabaya. Foto: Totok suarasurabaya.net
“Pertama sudah sering ketemu Pak Errol di Polrestabes Surabaya, dulu bawa kamera yang diotong-otong besar itu. Lalu melihat Suara Surabaya, betapa besar kepercayaan publik terhadap SS saat itu. Karena saya merasa punya banyak waktu dan informasi di Jakarta, akhirnya saya menawarkan diri untuk melaporkannnya ke Radio Suara Surabaya,” papar Jose.
Setelah itu, ia bertemu dengan pendiri Radio Suara Surabaya yakni Soetojo Soekomihardjo (sekarang almarhum–red) yang ia wawancarai untuk Suara Surabaya. Uniknya, saat itu ia belum mengetahui bahwa Soetojo adalah pendiri SS tempat ia bekerja. Hingga akhirnya setelah pertemuan itu, Jose Asmanu langsung mencium tangan Soetojo sambil berjanji untuk mengabdikan diri sebagai reporter Suara Surabaya.
Errol Jonathans Direktur Utama Suara Surabaya Media dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada Jose, yang telah setia memberitakan kondisi di Jakarta melalui berita yang disiarkan Radio Suara Surabaya.
Errol mangatakan, bahwa Jose adalah pintu gerbang SS untuk dapat mengabarkan langsung dari Istana Kepresidenan. Hal itu sekaligus meneguhkan Radio Suara Surabaya sebagai radio yang tidak hanya mendapat kepercayaan besar dari masyarakat, tapi juga diakui oleh Pemerintah Pusat.
“Di tangan om Jose, SS untuk pertama kalinya bisa tembus Istana Negara. Setiap tahun seleksi reporter di Istana, kita tidak pernah sekalipun tersisih, satu-satunya, the one and only radio di Indonesia Timur yang punya akses ke Istana,” kata Errol.
Errol Jonathans juga menceritakan kembali, bagaimana Suara Surabaya tumbuh menjadi media rujukan bagi semua kalangan.
“Saat (kasus, red) Lapindo ramai, SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, red) hanya mau mendengar Suara Surabaya. Ini kepercayaan yang luar biasa. Pernah SBY mendadak mau konferensi pers dan singkat. Beliau berkata ‘Saya hanya menerima satu pertanyaan, dan itu dari Jose Suara Surabaya’,” imbuhnya.
Untuk itu, Errol Jonathans sangat mengapresiasi apa yang dilakukan Jose Amanu selaku reporter yang bertugas di Jakarta, atas keteguhan dan kedisiplinan yang tinggi untuk Suara Surabaya.
Menanggapi pujian itu, Jose menampik apa yang dilontarkan banyak pihak kepadanya. Menurutnya, kepercayaan publik itu datang juga karena banyaknya kepercayaan publik kepada Suara Surabaya.
“Ukurannya bukan karena saya reporter, tetapi karena kebesaran nama Suara Surabaya itu sendiri,” kata Jose.
Jose Asmanu menangis haru saat Endang Soetojo, istri almarhum Soetojo Sukomihardjo, memberikan bunga sebagai ucapan ulang tahun ke-59 saat acara perpisahan di Kantor Radio Suara Surabaya. Foto: Totok suarasurabaya.net
Ia juga berpesan kepada para reporter dan seluruh ‘punggawa’ Suara Surabaya Media untuk menjaga nama besar SS agar selalu menjadi media yang melayani publik. Apalagi menurutnya, Suara Surabaya merupakan acuan dari kelas bawah hingga atas dalam referensi informasi.
“Saya suka di SS karena dipenuhi orang yang bijak dan beretika. Mari kita jaga Suara Surabaya jadi kepercayaan publik. Jangan karena kepentingan pribadi, kita korbankan kepercayaan masyarakat kepada media ini,” ujar Jose.
Meskipun Jose Asmanu “lulus” dari Suara Surabaya, tapi tali persaudaraan dengan semua crew SS Media tetap akan terjalin. Foto: Didik suarasurabaya.net
Perjalanan panjang Jose Asmanu di bidang jurnalistik membuat Errol berharap bahwa Jose mampu menorehkannya dalam sebuah buku dan SS Media siap mencetaknya. Dengan begitu, ia bisa menyalurkan baik pengetahuan maupun pengalamannya selama ini kepada generasi penerus.
Hal ini tentu bukan permintaan yang besar, mengingat banyaknya pengalaman Jose di banyak bidang khususnya jurnalistik. Mengawali karir sebagai jurnalis media cetak, ia harus menyesuaikan diri saat memutuskan beralih menjadi reporter radio.
Pria kelahiran 7 Oktober 1959 ini bercerita, awalnya mengalami gagap teknologi saat ia harus meninggalkan mesin ketik dan harus belajar menggunakan komputer.
Belum lagi dalam pekerjaannya sebagai reporter radio, ia harus menyesuaikan diri saat menyampaikan laporan melalui tape audio, perekam mp3, perekam mp4, hingga menggunakan gadget seperti sekarang ini. Perbedaan jenis media yang digunakan pasti juga berpengaruh terdapat pencarian berita, dan itu tantangan yang berhasil ditaklukkan oleh Jose Amanu.
“Saya ingat pertama kali masuk (Suara Surabaya, red), tidak kenal dengan komputer. Maka Suara Surabaya membuat saya pintar dan dewasa,” tutupnya.(tin/ipg)