Minggu, 24 November 2024

Koalisi Masyarakat Sipil Ulas Lagi Deretan Kejanggalan Sidang Kanjuruhan Jelang Vonis

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Sidang vonis dua panpel Arema FC terdakwa Tragedi Kanjuruhan, Kamis (9/3/2023) di Pengadilan Negeri Surabaya. Foto: Meilita suarasurabaya.net

Koalisi Masyarakat Sipil, gabungan sejumlah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan organisasi masyarakat (ormas) mengulas lagi deretan kejanggalan sidang Tragedi Kanjuruhan menjelang berakhirnya rangkaian persidangan.

Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari LBH Pos Malang, LPBH NU Kota Malang, LBH Surabaya, YLBHI, Kontras, IM57 Institute, Lokataru, ICW, ICJR, PBHI dan AJI menilai sederet kejanggalan itu semakin menjauhkan korban dengan keadilan.

Daniel Siagian perwakilan LBH Malang mengatakan, kejanggalan dalam persidangan di antaranya, dibatasinya media massa atau pers dalam melakukan siaran langsung, juga dipindahnya persidangan di luar locus delicti atau TKP.

“Kami menilai hal tersebut merupakan tindak pembatasan atas kebebasan pers dan hak publik dalam melakukan pemantauan persidangan proses kanjuruhan, mengingat ketentuan acara pidana menegaskan bahwa persidangan terbuka untuk umum,” kata Daniel, Kamis (9/3/2023).

Kejanggalan lain, diterimanya perwira aktif kepolisian dari Polda Jatim sebagai penasihat hukum ketiga terdakwa anggota Polri. Daniel mengatakan, itu bisa menimbulkan konflik kepentingan dan bertentangan dengan Undang-undang tentang Advokat dan Polri.

“Hal tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan bertetangan dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri,” ujarnya.

Kemudian puluhan saksi yang dihadirkan di persidangan justru banyak berasal dari pihak kepolisian, mulai jajaran Polres Malang hingga Polda Jatim.

“Sangat minimnya keterlibatan keluarga korban, korban dan saksi mata sebagai saksi dalam persidangan. Di antaranya puluhan saksi yang diperiksa, hanya satu keluarga korban DA yang dihadirkan dalam persidangan,” ucapnya.

Koalisi juga menilai Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) cenderung bersikap pasif saat menggali dan menguji kebenaran materiil dari keterangan saksi saat persidangan.

“Contohnya, pada saat saksi yang berasal dari keluarga korban, DA, JPU hanya menanyakan hasil autopsi kedua anak (NDR dan NR) keluarga korban namun tidak berusaha menggali penyebab, atau kausalitas dari kematian korban,” katanya.

Koalisi juga mencatat beberapa fakta yang tidak ada dalam persidangan. Seperti laporan Komnas HAM tentang penggunaan gas air mata berlebihan di tribun sebagai pemicu utama korban jiwa Tragedi Kanjuruhan.

Termasuk laporan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang menyimpulkan, aparat keamanan tidak memedomani tahapan pengamanan sesuai Perkapolri, dan melakukan penembakan gas air mata secara membabi buta ke arah lapangan, tribune hingga luar lapangan.

“Atas fakta kejanggalan itu, kami menyatakan sikap, mendesak majelis hakim untuk menjatuhkan vonis seberat beratnya dan seadil-adilnya untuk mewujudkan keadilan bagi keluarga korban,” tegasnya.

Koalisi juga mendesak Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan agar proaktif memeriksa dugaan pelanggaran kode etik pada hakim dan JPU di persidangan Tragedi Kanjuruhan. Juga mendesak Komnas HAM agar lebih proaktif mendalami keterlibatan pelaku level atas dalam pertanggungjawaban komando pelanggaran HAM dalam Tragedi Kanjuruhan.

“Kami juga mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit tidak berhenti mengusut dan lebih serius dalam menyidik anggota yang terlibat penembakan gas air mata yang menyebabkan 135 korban jiwa melayang,” ucapnya.

Dua terdakwa Suko Sutrisno Security Officer dan Abdul Haris Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) Arema FC akan menjalani sidang vonis hari ini, Kamis (9/3/2023). Sementara tiga terdakwa Polri, AKP Hasdarmawan eks Danki 1 Brimob Polda Jatim, AKP Bambang Sidik Achmadi eks Kasat Samapta Polres Malang, dan Kompol Wahyu Setyo Pranoto eks Kabag Ops Polres Malang, juga akan duplik besok, Jumat (10/3/2023) sebelum nantinya divonis hakim.

Kedua terdakwa Panpel Arema FC dituntut 6 tahun 8 bulan penjara. Sedangkan 3 terdakwa dari kepolisian dituntut 3 tahun penjara. Sementara satu tersangka lainnya, yakni Akhmad Hadian Lukita eks Direktur Utama (Dirut) PT Liga Indonesia Baru (LIB) hingga saat ini masih bebas dan belum diadili. Pasalnya, penyidik dari Polda Jatim belum bisa melengkapi berkas perkaranya.(lta/dfn/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Minggu, 24 November 2024
28o
Kurs