Satreskrim Polrestabes Surabaya akhirnya menangkap empat pelaku kasus perdagangan anak melalui instagram, yang berkedok sebagai lembaga konsultasi hati atau yayasan peduli anak.
Keempat pelaku itu di antaranya pemilik akun berinisial AP laki-laki (29) warga Sawunggaling Sidoarjo, LA (22) ibu yang menjual bayi warga Bulak Rukem Surabaya, KS (66) bidan nonaktif warga Badung Bali, dan NS (36) pembeli bayi warga Badung Bali.
AKBP Sudamiran Kasatreskrim Polrestabes Surabaya mengatakan, selama ini pemilik akun yang tak lain pelaku utamanya, menawarkan bantuan berupa konsultasi dan bersedia menutupi aib seseorang yang hamil di luar nikah. Dengan cara menyerahkan bayi kepada pelaku, dan mencarikan orang tua asuhnya.
Tidak heran aktivitas pelaku di instragam ini cukup mencuri perhatian masyarakat. Sebab untuk meyakinkan orang, pelaku memposting foto testimoni yang dibuatnya secara fiktif. Mirisnya, akun yang dikelola oleh pelaku ini memiliki sekitar 600 follower atau pengikut. Dari ratusan follower itu, beberapa di antaranya adalah penjual bayi sekaligus dengan pembelinya.
“Akun instagram ini mengajak orang-orang agar tidak menggugurkan kandungannya atau hasil di luar nikah. Bahkan, anak-anak yang terlantar, bisa diserahkan ke pelaku untuk dicarikan orang tua asuh. Dari pengembangan, kami mengamankan empat pelaku. Satu pemilik akun, lalu penjual bayi atau ibunya, terus ada bidan yang terlibat sebagai perantara antara pembeli, dan satu orang pembeli,” kata Sudamiran, Selasa (9/10/2018).
Kasus perdagangan anak yang sudah berlangsung sekitar 3 bulan yang lalu, kata dia, tercatat ada 4 bayi yang dijual oleh pelaku. Tidak hanya dijual di wilayah Surabaya, pelaku juga kerap menerima adopter di wilayah lain, seperti Semarang dan Bali. Dari empat bayi, polisi hanya berhasil mengamankan satu bayi laki-laki berusia 11 bulan yang dijual ke wilayah Bali, pada awal September 2018.
Kepada polisi, pelaku mengaku setiap bayi dijual dengan harga sekitar Rp22 juta. Hasil tersebut akan dibagi secara rata, baik pelaku sebagai pengelola mendapatkan komisi sebesar Rp2,5 juta. Kemudian ibu pemilik bayi mendapatkan uang Rp15 juta, dan bidan yang bertugas sebagai perantara antar pembeli sebesar Rp5 juta.
“Pada akun instagramnya, pelaku mencantumkan nomor WhatsApp. Jadi proses transaksi terjadi di WA. Orang yang minat mau menjual atau membeli langsung menghubungi pelaku. Ini bukti percakapannya. Kalau sudah deal, pembeli akan membayarnya. Kalau foto-foto di instagram ini pelaku ambil gambar-gambar biasa, supaya tertarik masyarakat dan percaya dengan pelaku,” kata dia.
Sudamiran mengungkapkan, akun instagram berkedok lembaga peduli anak ini terbukti ilegal atau tanpa berbadan hukum. Dia menegaskan, untuk adopsi anak harus ada pengajuan atau melalui proses hukum, salah satunya dengan prosedur dari pengadilan.
Dia mengimbau, agar masyarakat lebih berhati-hati dalam mengadopsi anak. Sebab, jeratan pidana bukan hanya diberikan kepada pelaku utama yang menerima transaksi. Tapi juga penjual bayi dan pembelinya.
“Ada transaksi di dalamnya dengan sejumlah uang yang dikirim melalui atm. Akun ini juga tidak berbadan hukum atau ilegal. Harusnya kalau adopsi itu kan ada pengajuannya, lewatnya pengadilan. Tidak bisa semaunya sendiri. Harus diproses secara hukum,” kata dia.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 76F UU Perlindungan Anak. Dengan ancaman hukuman pidana, maksimal 15 tahun penjara. (ang/tin/dwi)