Sabtu, 23 November 2024

Media Belanda Kagumi Sineas Indonesia Angkat Beragam Tema Film

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Hilmar Farid Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), saat membuka pameran seni kontemporer di Jakarta, Jumat (3/3/2023). Foto: Antara

Sejumlah media massa di Rotterdam, Belanda, sempat mengagumi dunia sinema Indonesia dan membuat ulasan mendalam tentang kebangkitan film Indonesia lewat terpilihnya tujuh film karya anak bangsa dalam gelaran bergengsi International Film Festival Rotterdam (IFFR) 2023.

Hal tersebut diungkapkan Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), yang turut hadir dalam gelaran IFFR 2023 beberapa waktu lalu.

“Uniknya, media di sana menulis panjang tentang film kita yang menurut mereka temanya sangat luar biasa. Mereka kaget, kok orang-orang di Indonesia bisa mengeksplorasi tema-tema yang berkaitan dengan keragaman, identitas, seksualitas, dan lainnya? Respons saya, ya kalian saja yang telat tahu,” tawa Hilmar seperti yang dilaporkan Antara di sela pembukaan pameran seni kontemporer di Jakarta, Jumat (3/3/2023).

Hilmar menjelaskan, media massa di Belanda cukup kagum sekaligus terkejut dengan kemampuan para sineas Indonesia dalam mengeksplorasi sejumlah tema utamanya yang berkaitan dengan kemanusiaan dan keberagaman.

“Saya jelaskan kepada mereka bahwa sebenarnya Indonesia sudah lama mengeksplorasi tema-tema semacam itu. Karenanya ketika ada banyak film kita yang tembus festival film bergengsi, hal itu adalah konsekuensi logis dari capaian teman-teman film selama ini,” jelasnya.

Tujuh film yang menorehkan prestasi tampil pada IFFR 2023 adalah “Like and Share” (Gina S. Noer), “Sri Asih” (Joko Anwar), “Deadly Love Poem” (Garin Nugroho), “Mayday! May Day! Mayday!” (Yonri Revolt), “The Myriad of Faces of The Future Challengers” (Yuki Aditya dan I Gde Mika), dan “Evacuation of Mama Enola” (Anggun Priambodo), serta “Marsiti dan Sapi Sapi” (Wisnu Surya Pratama).

“Luar biasa sekali ya karya teman-teman saat ini, hadir di banyak festival internasional berkualitas. Saya melihat hal ini memang karena ada peningkatan kualitas terutama sineas muda yang bikin film pendek atau animasi dengan ragam yang sangat banyak,” papar Hilmar.

Para sineas Indonesia mendapatkan posisi istimewa dalam gelaran yang dimulai sejak tahun 1972 tersebut karena menyumbang film terbanyak dibandingkan dengan partisipan dari negara-negara lain.(ant/ihz/iss)

Berita Terkait

Fakta-Fakta di Balik Film Sri Asih


Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
31o
Kurs