Setelah sukses meraih anugerah “Adipura Kencana 2022”, pada Selasa (1/3/2023) lalu, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bakal mengevaluasi beberapa kekurangan.
Agus Hebi Djuniantoro Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya mengatakan, ada dua permasalahan sampah yang tengah disorot, yakni terkait sampah plastik dan sampah makanan sisa.
“Kita tidak bisa leha-leha (bersantai), ada PR (pekerjaan rumah) spot-spot yang masih sangat kotor belum terbenahi, pemilahan (sampah) belum optimal. Kemudian yang paling harus dipikirkan adalah pola hidup kita yang sering menyisakan makanan,” ujar Hebi dalam Program Semanggi Suroboyo di Radio Suara Surabaya, Jumat (3/3/2023).
Dalam data yang diperoleh DLH, kata Hebi, produksi sampah plastik mencapai 20 persen dari total keseluruhan sampah yang dihasilkan di Kota Surabaya. Sementara untuk sisa makanan, Hebi belum memaparkan berapa presentasenya untuk tahun ini.
Meski demikian, dari data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup (LHK), pada tahun 2020 sisa makanan yang terbuang ke TPA Benowo Surabaya sebesar 54,31 persen.
“Tidak hanya restoran, saya lihat masih banyak di kondangan yang buang-buang (sampah sisa makanan). Kalau bisa dimanfaatkan lagi, setelah acara selesai kan masih ada banyak (orang) yang membutuhkan, bisa disalurkan lewat garda pangan,” ucapnya.
Kepala DLH Surabaya itu menegaskan, ke depan pihaknya berencana mengenakan charge (biaya tambahan/denda) yang lebih tinggi kepada restoran yang ketahuan buang-buang sisa makanan.
Sementara soal larangan pemakaian tempat plastik sekali pakai seperti sedotan dan sebagainya, lanjut Hebi, akan dipikirkan untuk dirancangkan Peraturan Wali Kota (Perwali)-nya.
“Kan Perwali Nomor 16 Tahun 2022 tentang pengurangan penggunaan kresek (kantong plastik) udah ada nih. Nah, masyarakat harus tahu kalau itu mampu dan efektif mengurangi sampah sampai dua ton per hari,” ungkapnya.
Selain itu, Pemkot Surabaya kedepan juga akan kembali memaksimalkan sistem Waste to Energy (WTE), yang juga mampu mengantarkan Kota Pahlawan meraih Adipura Kencana 2022.
Sebagai diketahui, sistem Waste to Energy memungkinkan sampah tidak hanya dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA), melainkan diolah sehingga punya nilai ekonomis. Seperti, proses kompos atau diolah jadi energi panas/listrik.
Hebi menuturkan, kalau sistem WTE sudah sejalan dengan arahan Joko Widodo soal proklim, atau upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat.
Menurutnya, peran warga Surabaya juga sangat besar dalam kesuksesan penerapan WTE. Karena, pengolahan dan pemberdayaan sampah sudah dilakukan dari tingkat hulu, baik di lingkungan warga maupun tempat pembuangan sampah (TPS).
“Kita sudah punya sembilan TPS-3R (reduce, reuse, recycle), dan 26 rumah kompos, itu mampu mengurangi sampah 50 ton per hari. Kita juga punya bank sampah sekitar 600-an yang mampu mengurangi lima ton per hari. Itu juga yang tercatat dan dinilai oleh KLH sehingga dapat anugerah,” pungkasnya. (bil/ipg)