Sabtu, 23 November 2024

Dari 15 Kejadian Gempa Bumi Dunia yang Merusak, Empat Terjadi di Indonesia

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Supartoyo Koordinator Geologi Gempa Bumi Dan Tsunami Badan Geologi Kementerian ESDM (baju biru) saat menjadi pembicara dalam seminar yang membahas bencana di Sekolah Partai PDIP Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (2/3/2023). Foto : Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Supartoyo Koordinator Geologi Gempa Bumi Dan Tsunami Badan Geologi Kementerian ESDM menyebut sebagian besar wilayah di Indonesia sangat rawan terjadi gempa bumi, bahkan ada empat dari 15 kejadian guncangan terkuat di dunia terjadi di Tanah Air.

Suparyoto mengatakan itu saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional berjudul Mitigasi Bencana Secara Cepat sebagai Upaya Antisipasi Dini untuk Memahami Potensi Bahaya Gempa Bumi dan Risikonya di Sekolah Partai, Jalan Raya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (2/3/2023). Kegiatan itu digelar secara daring dan luring. Megawati Soekarnoputri Ketua Umum dan Hasto Kristiyanto Sekjen hadir secara daring, bersama ratusan kader serta kepala daerah PDIP se-Indonesia.

“Wilayah Indonesia itu sangat rawan. Dari 15 kejadian gempa bumi merusak, empat di antaranya terjadi di Indonesia. Dari kekuatan, Indonesia nomor tiga. Gempa Aceh itu 9,1 skala richter, nias 8,6 skala richter, di laut banda pada 1938 itu 8,5 skala richter yang menyebabkan tsunami,” kata dia.

Suparyoto melanjutkan selama 2023 saja terjadi lima gempa bumi yang mengakibatkan kerusakan fasilitas umum sampai rumah warga.

“Pertama di Kepulauan Tanimbar, ada muncul pulau yang merupakan mud volcano, kemudian di Jayapura, itu berkali-kali sejak Januari yang kekuatannya tidak kuat, namun terus menerus. Merusak rumah warga,” katanya.

Mengacu dari situ, Suparyoto mengingatkan perlunya mitigasi terhadap gempa bumi demi meminimalkan korban setelah terjadi guncangan.

Dia tidak ingin mitigasi terhadap gempa bumi masih kurang seperti di Cianjur, karena warga sekitar tak pernah diajarkan cara mengantisipasi terjadinya guncangan.

“Mitigasi dan pengurangan risiko gempa bumi itu sangat penting untuk mencegah korban. Intinya, bagaimana mengurangi dampak bahaya gempa bumi dengan mengurangi risiko bencana,” kata Suparyoto.

Selain mengajari warga, kata dia, bentuk mitigasi perlu dilakukan dengan membuat aturan yang tegas menyikapi sesar aktif.

Dia kemudian menyoroti perubahan di Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Menurut Suparyoto, dalam PP Nomor 26 Tahun 2008 Tentang RTRWN melarang ada bangunan berdiri sejauh 250 meter di sisi kiri dan kanan dari sesar aktif.

“Namun, pada revisi peraturan tersebut PP Nomor 13 Tahun 2017 tentang RTRWN dalam pasal tersebut justru dihapus. Kalau boleh, pasal tadi kembali dihidupkan, karena bangunan tidak ada yang selamat jika dibangun di wilayah sesar aktif,” ujar dia.(faz/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs