Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Timur (DPRD NTT), menyatakan menolak dengan tegas kebijakan soal aktivitas kegiatan belajar mengajar (KBM) bagi SMA/SMK di NTT dimulai pada pukul 05.30 WITA.
Kebijakan sekolah tersebut, awalnya dijadwalkan pada pukul 05.00 WITA dan sudah dijalankan beberapa sekolah pada pekan ini, sebelum direvisi dengan jadwal pukul 05.30 WITA.
“Saya tidak ingin menyebutnya kebijakan, tetapi ini adalah pengumuman. Kami dari Komisi V menolak penerapan sekolah jam 05.30 pagi,” kata Yunus Takandewa Ketua Komisi V DPRD NTT kepada Antara di Kupang, Kamis (2/3/2023).
Yunus mengaku kalau pada Rabu (1/3/2023) kemarin, pihaknya sudah melakukan rapat dengar pendapat dengan Linus Lusi Kepala Dinas Pendidikan NTT terkait hal hal tersebut. Di depan Kadis Pendidikan NTT itu, pihaknya menyatakan menolak.
Yunus mengaku kecewa dengan aturan sepihak yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi NTT, karena tidak melakukan kajian terlebih dahulu terkait aktivitas sekolah jam 5.30 pagi.
Dia mengatakan penerapan sekolah pukul 05.30 pagi itu tidak hanya menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat di NTT saja, tetapi juga viral di seluruh Indonesia dengan tanggapan yang beragam.
Pihak DPRD NTT, lanjutnya, meminta penerapan aturan tersebut harus dikaji ulang, dan selama proses pengkajian penerapan sekolah pukul 05.30 pagi itu harus dihentikan atau dipending.
“Hal ini dilakukan agar Dinas Pendidikan NTT mempunyai waktu yang cukup untuk merumuskan strategi-strategi dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di NTT,” ujar dia.
Yunus mengatakan DPRD akan menunggu perumusan tersebut, sehingga nantinya bisa melahirkan kebijakan-kebijakan yang rasional dengan segala macam pertimbangan yang bisa dipertanggungjawabkan.
DPRD sendiri, ujar Yunus, tidak menganggap sekolah jam 05.30 pagi sebagai suatu kebijakan karena belum memenuhi unsur atau kualifikasi sebagai mana mestinya sebuah kebijakan.
“Ini hanya diumumkan saja, lalu ‘dipaksakan’ untuk kemudian dijalankan oleh sekolah-sekolah SMA/SMK di NTT tanpa melalui kajian yang matang,” ujar dia.
Dia menambahkan, sebelum dilaksanakan, ada baiknya dipikirkan terkait moda transportasi, serta bagaimana keamanan anak-anak yang harus berjalan ke sekolah dalam suasana gelap.
Di sisi lain, Inche Sayuna Wakil Ketua DPRD NTT juga mengaku kaget saat awal-awalnya muncul penerapan aturan tersebut untuk sekolah-sekolah di Kota Kupang.
Inche mengaku tidak pernah ada percakapan dengan DPRD NTT terkait hal tersebut, dan tiba-tiba sudah diberlakukan di beberapa sekolah SMA sederajat di Kota Kupang.
“Jujur kami dari DPRD kaget dengan kebijakan ini, karena itu kami juga minta agar perlu dilakukan pengkajian soal aturan itu,” tambah dia. (ant/bil/rst)