Dua terdakwa Arema FC melalui penasihat hukumnya menuding Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut terdakwa anggota Polri hanya tiga tahun, memanipulasi fakta.
Sumardhan, penasihat hukum Abdul Haris Ketua Panpel Arema FC dan Suko Sutrisno Security Officer menyebut, tuntutan tiga polisi yang diajukan jaksa justru menyakiti para korban.
“Tuntutan jaksa tiga tahun, jelas berlaku tidak obyektif atas Tragedi Kanjuruhan, bukan hanya menyakitkan klien saya Haris dan Suko tetapi menyakitkan hati pihak korban,” katanya, Sabtu (25/2/2023).
Jaksa, lanjutnya, sudah memanipulasi fakta notoir atau yang diketahui khalayak ramai, serta fakta persidangan.
“Dalam persidangan, 12 saksi polisi dari gabungan Brimob Sidoarjo, Madiun dan Sabhara Polres Malang telah mengakui bahwa penembakan gas air mata kepada penonton di Stadion Kanjuruhan atas perintah atasnya bukan atas perintah Haris Ketua Panpel Arema atau Suko sebagai Security Officer,” tambahnya.
Tuntutan jaksa terhadap tiga terdakwa anggota Polri itu menurutnya tidak adil.
“Sehingga sangat tidak objektif atau tidak adil tuntutan jaksa karena orang yang memerintah penembakan malah dihukum ringan dari pada orang yang tidak melakukan apapun. Sehingga hasil temuan TGIPF yang dibentuk oleh presiden dan temuan Komnas HAM tidak bermanfaat sama sekali,” tambahnya lagi.
Sementara bagi dua kliennya yang hanya tinggal menunggu tahapan akhir persidangan, putusan majelis hakim, ia berharap diputus bebas.
“Kalau kami berharap putusan hakim adil dengan membebaskan Pak Haris dan Pak Suko sebab tidak ada satupun saksi atau alat bukti yang menyatakan bahwa korban meninggal karena perbuatan Pak Haris dan Pak Suko,” tutupnya.
Diketahui, dua terdakwa Arema FC dituntut enam tahun delapan bulan penjara tanpa poin pertimbangan yang meringankan. Sementara tiga terdakwa anggota Polri hanya dituntut tiga tahun penjara dengan enam poin pertimbangan meringankan. (lta/iss)