Sidang Komisi Kode Etik PROFESI (KKEP) memutuskan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E) tetap dipertahankan sebagai anggota Polri.
Sidang KKEP sendiri berlangsung selama 7 jam, mulai dari pukul 10.08 WIB sampai dengan 17.30 WIB.
Demikian disampaikan Brigjen Pol Ahmad Ramadhan Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri dalam konferensi pers di gedung Trans National Crime Center (TNCC) Mabes Polri, usai sidang Eliezer, Rabu (22/2/2023).
“Sesuai pasal 12 ayat 1 huruf a PP Republik Indonesia nomor 1 tahun 2003, maka Komisi selaku pejabat yang berwenang memberikan pertimbangan, selanjutnya berpendapat bahwa terduga pelanggar masih dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri,” ujar Ramadhan.
“Sanksi bersifat etika yaitu perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela. Kewajiban pelanggar meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan secara tertulis kepada pimpinan Polri,” imbuhnya.
Untuk Sanksi administratif, kata Ramadhan, Eliezer terkena sanksi demosi selama satu tahun. Eliezer ditempatkan di Yanma (Pelayanan Masyarakat) Polri.
“Sanksi administratif yaitu mutasi bersifat demosi selama 1 tahun,” tegasnya.
Dalam sidang KKEP itu sendiri, lanjut Ramadhan, Komisi terdiri dari Kombes Pol Sakeus Ginting Ketua, Kombes Pol Imam Thobroni Wakil Ketua, dan Kombes Pol Hengky Wijaya anggota.
Untuk Penuntut masing-masing Kombes Pol Daniel Widya Mukaram dan Ipda Haidar. Pendamping masing-masing AKBP Retno Dwi Rahmawati dan Brigadir Khairul Zadi Taqwa.
Saksi-saksi sebanyak 8 orang. Yang hadir dalam sidang KKEP antara lain AKP DC, Ipda AM dan Ipda S.
“Untuk saksi untuk saksi atas nama Bripka RR, saudara KM dan saudara FS tidak hadir dan keterangannya dicatat dalam persidangan. Hal ini karena terkait wujud perbuatannya sudah dibuktikan dalam persidangan pidana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” ungkapnya.
“Sedangkan untuk saksi atas nama Kombes Pol MP dan Iptu JA tidak hadir dan keterangannya dibacakan. Dua orang tersebut karena sakit,” tambahnya.
Kemudian wujud perbuatan, kata Ramadhan, terduga pelanggar (Eliezer) telah melakukan penembakan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di komplek Polri Duren Tiga nomor 46 Jakarta Selatan, serta menggunakan senjata api dinas Polri jenis pistol merek Glock nomor senpi mpf 851 tidak sesuai dengan ketentuan.
“Pasal-pasal yang dilanggar, pasal 13 ayat 1 PP no 1 tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri juncto pasal 5 ayat 1 huruf o dan atau pasal 6 ayat 2 huruf b dan atau pasal 80 b dan huruf c dan atau pasal 10 ayat 1 huruf f dan pasal 10 ayat 1 huruf a (5), Perpol no 7 tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi kode etik Polri,” kata Ramadhan.
Untuk pertimbangan hukum dalam pengambilan putusan sidang KKEP, terduga pelanggar (Bharada E) belum pernah dihukum karena melakukan pelanggaran, baik disiplin kode etik maupun pidana.
Terduga pelanggar mengakui kesalahan dan menyesali perbuatan. Terduga pelanggar telah menjadi justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama, di mana pelaku lainnya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berusaha mengaburkan fakta yang sebenarnya dengan berbagai cara merusak, menghilangkan barang bukti dan memanfaatkan pengaruh kekuasaan. Tetapi justru kejujuran terduga pelanggar dengan berbagai risiko telah turut mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi.
Terduga pelanggar bersikap sopan dan bekerja sama dengan baik selama di persidangan sehingga sidang berjalan lancar dan terbuka.
Terduga pelanggar masih berusia muda, masih berusia 24 tahun, masih berpeluang memiliki masa depan yang baik apalagi dia sudah menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya di kemudian hari.
Pertimbangan lainnya, kata Ramadhan, adanya permintaan maaf terhadap penduga pelanggar kepada keluarga Brigadir Yosua di mana saat persidangan pidana di pengadilan negeri Jakarta Selatan terduga pelanggar telah mendatangi pihak keluarga Brigadir Yosua, bersimpuh dan meminta maaf atas perbuatan yang terpaksa, sehingga keluarga Brigadir Yosua memberikan maaf.
Semua tindakan yang dilakukan terduga pelanggar dalam keadaan terpaksa dan karena tidak berani menolak perintah atasan.
“Terduga pelanggar yang berpangkat Bharada atau tamtama Polri tidak berani menolak perintah menembak Brigadir Yosua dan saudara FS karena selain selaku atasan jenjang kepangkatan saudara FS dengan terduga pelanggar sangat jauh,” jelasnya.
“Dengan bantuan terduga pelanggar yang mau bekerja sama dan memberi keterangan yang sejujur-jujurnya sehingga perkara meninggalnya Brigadir Yosua dapat terungkap,” pungkas Ramadhan.(faz/ipg)