Kendala infrastruktur jalan masih jadi sorotan warga Kabupaten Sidoarjo. Dwi Eko Saptono Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air Kabupaten Sidoarjo menyebutkan, tujuh dari sepuluh surat keluhan yang disampaikan masyarakat melalui berbagai saluran, isinya terkait kondisi jalan.
“Pagi ini saya dengarkan suara masyarakat Sidoarjo di Suara Surabaya. Kami menyampaikan permohonan maaf, layanan terkait jalan yang kurang memuaskan,” kata Dwi Eko dalam program Wawasan di Radio Suara Surabaya, pada Selasa (21/2/2023).
Dwi menjelaskan, ada tiga hal yang berkaitan erat dengan masalah kerusakan jalan di Kabupaten Sidoarjo selain faktor cuaca. Pertama, saat ini ada proyek nasional Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan. Berdasarkan nota kesepahaman, sebanyak 1.500 kubik per detik akan masuk ke Sidoarjo, dengan wilayah pengembangan di sisi timur yaitu Gedangan, Sedati, dan sebagian Waru.
“Sebelumnya aliran dari perusahaan daerah 4 decimeter jadi 500 milimeter. Pipa diameter setengah meter akan dipasang di jalan raya. Rencana pemasangan jaringannya, jaringan dimasukkan dulu sehingga saat intervensi cor, jaringan sudah tidak lagi merusak jalan yang sudah kami bangun. Kami mohon sedikit kesabaran, ini perjuangan kami bersama-sama dengan masyarakat,” ujarnya.
Kedua, mobilisasi urukan. Menurut Dwi Eko, Kabupaten Sidoarjo ketiban pulung atau nasib baik, seiring perkembangan Kota Surabaya. Ketika Surabaya penuh, pemukiman geser ke Sidoarjo khususnya wilayah timur, sehingga banyak mobilisasi sirtu (pasir dan batu).
“Kami selektif, tidak semua surat permohonan izin sirtu kami rekomendasi. Kami beri selang waktu untuk melewati ruas yang sama. Kemudian kalau satu ruas dilewati dua, satu kami pending (tunda), sambil menunggu,” tuturnya.
Dwi menyebutkan, pada umumnya semua jalan yang statusnya “jalan daerah” kekuatan menanggung beban yang lewat atau tonase-nya hanya 10 ton. Sedangkan sekarang kendaraan yang lewat sudah melebihi tonase rata-rata.
Hal tersebut membuat Pemerintah Kabupaten Sidoarjo saat ini meningkatkan tonase jalan daerah menjadi 20 ton. Kendaraan angkutan sirtu atau barang yang bersumbu dua, menurutnya, sangat merusak jalan. Sebanyak 75 persen bebannya ada di tumpuan di roda belakang, rata-rata ini yang merusak jalan daerah.
Hal ketiga adalah usia jalan itu sendiri. Dwi Eko menjelaskan, ketika hujan deras seperti saat ini, aspal yang sudah tergerus usia mudah terlepas butir kerikilnya, pori-porinya terbuka, dan akhirnya terkelupas. Tonase besar juga menyebabkan kerusakan pada pondasi aspal.
Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya drainase, semua air hujan turun menggenangi jalan. “Kebijakan sebelumnya, banyak drainase jalan yang ada di lahan pemukiman warga. Saking baiknya warga, agar jalan tetap bagus, karena jalan dulu kecil, mereka rela lahannya digunakan untuk drainase. Seiring pembangunan lahan warga, drainase itu tertutup sehingga semua saluran air tumpah ke jalan,” kata dia.
Selain kondisi saluran air, faktor pemicu munculnya genangan yang tidak terelakkan lagi dari alam adalah cuaca. Menurut BMKG, curah hujan di Sidoarjo sudah mencapai titik tertinggi. Mulai awal Februari sampai pertengahan Maret, curah hujan mencapai skala tertinggi yaitu 300 sampai 400 milimeter.
Kemudian pasang surut air laut pada bulan Februari juga tinggi, mencapai 130-140 centimeter. “Sidoarjo ini daerah pesisir. Kalau sudah 140 centimeter, air laut masuk ke daratan sejauh 18 km. Ditambah curah hujan maka potensi genangan tidak terelakkan lagi,” ujarnya.
Kondisi cuaca yang masih hujan juga berdampak pada capaian penyelesaian laporan warga terkait jalan berlubang. Sampai hari ini, baru 65 persen atau 78 dari 129 aduan yang tertangani. “Belum 100 persen karena kami terkendala cuaca, tidak mungkin kami perbaiki kalau masih tergenang air,” kata Dwi Eko.(iss/rst)