Jamiluddin Ritonga Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul menilai pertemuan Muhaimin Iskandar Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Airlangga Hartarto Ketua Umum Partai Golkar bisa mengubah peta koalisi.
Dia menilai dinamika politik menjelang Pemilu 2024 masih sangat cair. Karena, belum ada koalisi yang menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres)
“Karena itu, perubahan koalisi di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) tetap terbuka,” ujarnya di Jakarta, Jumat (17/2/2023).
Menurutnya, ada dua faktor yang bisa memicu perubahan koalisi. Pertama, KIB dan KKIR gagal mencapai kesepakatan pasangan capres-cawapres.
“Kalau KIB dan KKIR gagal menyepakati pasangan capres yang akan diusung, ada peluang partai politik di dua koalisi itu saling pindah haluan,” sebutnya.
Peluang PKB pindah ke KIB, lanjut Jamiluddin, terbuka lebar kalau kepentingan Muhaimin Iskandar menjadi cawapres tidak diakomodir Prabowo Subianto.
“Sebaliknya, ada kemungkinan PAN dan PPP pindah haluan ke Gerindra bila capres atau cawapres yang akan diusungnya tidak diakomodir Golkar,” katanya.
Sedangkan kemungkinan kedua, KIB dan KKIR bergabung membentuk koalisi baru untuk menandingi Koalisi Perubahan yang mengusung Anies Baswedan.
“Peluang itu bisa terjadi kalau memang diinginkan oleh Joko Widodo. Bahkan, tidak menutup kemungkinan PDIP juga melebur bersama KIB dan KKIR. Kalau itu terjadi, maka koalisi menjadi sangat gemuk,” tambahnya.
Dengan begitu, Pemilu 2024 bakal ada dua poros, yaitu koalisi akan meneruskan arah pembangunan Jokowi, dengan koalisi NasDem, Demokrat, dan PKS yang menginginkan perubahan.
Padahal, Jamiluddin menilai idealnya Pemilu 2024 diikuti empat poros.
“Dari sisi demokrasi, lebih ideal ada empat pasangan capres yang maju. Sehingga, rakyat disuguhkan lebih banyak pilihan,” pungkasnya.
Sementara itu, Pangi Syarwi Chaniago Pengamat Politik dari Voxpol Center Research and Consulting mengatakan, perubahan anggota koalisi mungkin saja terjadi karena maraknya angjangsana atau temu partai politik dari kubu pemerintah dan oposisi. Misalnya, saat Partai Nasdem dan PKB bertandang ke Partai Golkar.
“Itu tandanya koalisi masih cair. Secara koalisi mereka berbeda, Golkar pendukung pemerintahan dan Nasdem sebagai oposisi. Ini juga menunjukkan agar politik tidak tegang,” ujar Pangi, Jumat (17/2).
Dari pertemuan Golkar dengan PKB, mereka ditawarkan masuk ke Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) bersama Gerindra-PKB.
“Ini masih saling penjajakan, masih berproses, mencari kecocokan, kenyamanan, mencari titik persamaan pembentukan,” jelasnya.
Selain bersilaturahmi, Pangi melihat sikap anggota koalisi juga sebagai bentuk saling menyandera.
“Bukan tidak mungkin koalisi akan saling menyandera, saling adu strategi, termasuk misalnya menyebutkan nama-nama, tidak mau buru buru itu juga bagian dari strategi,” jelasnya.
Posisi PDIP sebagai partai pemenang Pemilu 2019 dianggap krusial dalam peta perpolitikan jelang 2024.
“Proses kontempelasi sudah banyak, Ibu Megawati orang yang percaya data, terukur. Setelah berproses, berkontempelasi, kalkulasi cermat, matematika politik, pasti sudah ada nama capres di PDIP,” tutupnya.(rid/faz)