Dalam agenda pembacaan vonis atau putusan hukuman terhadap Ferdy Sambo eks Kadiv Propam Polri, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebelumnya menyampaikan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan hukuman terdakwa pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat itu.
Wahyu Imam Santoso Ketua Majelis Hakim mengatakan, hal-hal yang memberatkan hukuman terhadap Ferdy Sambo terdakwa di antaranya perbuatan Sambo dilakukan kepada ajudannya sendiri, tidak pantas dilakukan sebagai aparat hukum, dan mencoreng institusi Polri.
“Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa dilakukan terhadap ajudan sendiri yang sudah mengabdi kepadanya selama 3 tahun, perbuatan terdakwa sudah mengakibatkan duka yang mendalam bagi keluarga Yosua Hutabarat korban, akibat perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat, perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum dan pejabat utama Polri yaitu Kadiv Propam Polri, perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional, perbuatan terdakwa telah menyebabkan banyaknya anggota Polri lainnya yang turut terlibat, terdakwa berbelit-belit memberikan keterangan di persidangan dan tidak mengakui perbuatannya,” ujar Imam dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
Selain itu, Hakim juga menyampaikan hal-hal yang meringankan hukuman. Ternyata, tidak ada hal yang meringankan hukuman terhadap Ferdy Sambo.
“Hal yang meringankan, tidak ditemukan hal yang meringankan dalam hal ini,” tegas Iman.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis (putusan) mati kepada Ferdy Sambo eks Kadiv Propam Polri dalam perkara pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Wahyu Imam Santoso Ketua Majelis Hakim menegaskan, Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua ajudannya sendiri. Selain itu Sambo juga terbukti melakukan tindak pidana menghalang-halangi penyidikan (obstruction of justice)
Vonis ini lebih berat dari tuntutan Jaksa sebelumnya yang menuntut Sambo hukuman penjara seumur hidup.
Dalam vonisnya, Hakim menyebut Sambo terbukti melakukan pelanggaran tindakan pidana berupa pembunuhan berencana secara bersama-sama sesuai pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Selain itu, Ferdy Sambo juga terbukti melanggar pasal 49 juncto pasal 33 UU no 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU no 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Mengadili, menyatakan Ferdi Sambo telah terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan tindak pidana yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana mati,” tegas Imam dalam pembacaan putusannya, Senin (13/2/2023).
Sementara tuduhan adanya pelecehan seksual, perkosaan, ataupun penganiayaan yang dilakukan Yosua terhadap Putri Candrawathi, oleh Hakim dinyatakan tidak terbukti.
“Hal ini karena tidak ada bukti berupa visum yang dilakukan Putri Candrawathi maupun Ferdy Sambo. Sebagai seorang dokter, Putri seharusnya tahu soal perlunya visum, apalagi Sambo seorang polisi yang biasa menyidik serta berpengalaman 20 tahun,” ujar Wahyu.
Sementara, Hakim juga menyebut kalau Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi telah melakukan kebohongan soal motif pembunuhan.
“Kebohongan ini terbukti dari pemeriksaan psikologi forensik yang hasilnya Ferdy Sambo terdakwa telah berbohong soal motif pembunuhan karena pelecehan seksual yang dilakukan Yosua korban,” tegasnya.(faz/ipg)