Sejak ditemukannya transmisi gelombang elektromagnetik oleh Heinrich Hertz dan diikuti dengan penemuan radio oleh Guglielmo Marconi, radio terus mengalami perkembangan. Tidak hanya teknologi yang berkembang, namun juga selera pendengar.
Di tengah derasnya kedatangan medium baru di dunia penyiaran, radio diterpa isu ditinggal konsumennya. Radio yang dulu powerfull (digdaya) kini dianggap sebagai media masa lalu yang identik dengan kesan kuno dan jadul, hingga kue iklan dari para sponsor pun kabarnya tidak lagi jor-joran untuk industri radio melainkan lebih ke media pendatang baru seperti media sosial dan iklan Youtube.
Lembaga riset pasar, Nielsen Indonesia pernah mencatat, dalam laporan belanja iklan pada semester 1 pada tahun 2022, dari belanja iklan yang mencapai Rp 135 triliun, radio hanya mendapat porsi 0,3 persen saja. Angka ini turun 13 persen dari periode sebelumnya. Sementara porsi belanja iklan terbesar ada di televisi sampai 79,7 persen, media digital 15,2 persen atau naik 6.
Menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), industri radio di Indonesia mengalami masa keemasan pada era 1980-1990, dimana pada periode ini radio memiliki beragam program favorit yang sangat eksis di telinga pendengar. Di tahun-tahun tersebut drama radio merupakan salah satu program yang paling ditunggu-tunggu.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai beralih ke siaran visual melalui televisi. Ditambah hadirnya internet, diprediksi semakin membuat radio tertinggal jauh. Kendati demikian prediksi ini ternyata tidak sepenuhnya benar. Pengguna radio memang perlahan menurun, namun data Nielsen Radio Audience Measurement pada 2016 menunjukkan waktu mendengarkan radio per minggu bertumbuh dari tahun ke tahun.
Tabitha Safira perempuan berusia 21 tahun mengaku, masih sering mendengarkan radio sebagai sarana hiburan mendengarkan musik jika dia sedang berkunjung ke rumah orang tuanya yang terkadang tidak terdapat sinyal untuk smartphone.
Tidak hanya itu, dirinya mengaku, mendengarkan informasi lalu lintas Radio Suara Surabaya merupakan sebuah kewajiban jika sedang di perjalanan membawa mobil karena sangat bermanfaat selama perjalanan. Ia menambahkan, ketika sedang beraktivitas di rumah, dirinya lebih memilih memutar radio daripada televisi karena di rumahnya tersedia radio.
Berdasarkan hasil survei indikator sosial budaya Badan Pusat Statsitik (BSI), masyarakat (usia 10 tahun ke atas) yang mendengarkan radio pada 2018 hanya 13,31%. Pesatnya kemajuan teknologi dan informasi berupa munculnya media online, media sosial serta booming-nya smartphone telah mengubah gaya hidup masyarakat dalam memperoleh berita dan hiburan serta menggerus ketertarikan masyarakat terhadap media konvensioal seperti surat kabar, majalah/tabloid maupun radio.
Di tengah perubahan tersebut, Bitha lebih memilih mendengarkan radio daripada podcast yang pada dasarnya kedua media tersebut sama, berupa audio.
“Di radio itu topiknya selalu random tapi menarik, tidak seperti podcast di spotify misalnya yang topiknya cuma itu-itu aja. Satu podcast cuma bahas cinta-cintaan, itu bikin bosen” terangnya kepada suarasurabaya.net pada Senin (13/2/2023).
Hal senada dikatakan Nadia yang mengungkapkan bahwa dirinya suka mendengarkan radio sebagai sarana hiburan mendengarkan musik dan mengetahui info update lalu lintas.
“Kalau bosen dengerin lagu di spotify, ya dengerin radio,” kata perempuan berusia 22 tersebut. Ia juga menambahkan, mendengarkan radio merupakan selingan dari mendengarkan podcast di Spotify maupun Youtube.
Kemudian, Nadia menyatakan, radio harus membuat program yang lebih dekat dengan anak muda agar pendengar dari kalangan pemuda bisa meningkat.
Komentar Nadia diamini oleh Bitha, yang usul agar radio lebih menyasar anak muda dengan mengusung program-program yang tidak melulu berita saja, apalagi, menurutnya akses mendengarkan radio saat ini cukup mudah karena ada beberapa radio yang menyediakan aplikasi untuk smartphone.
“Anak muda seusia ku, lebih tertarik sama musik-musik, tren-tren yang lagi viral, atau kisah-kisah horor. Karena gak semua pendengar radio muda cuma cari informasi berita di radio. Intinya mengikuti tren yang sedang booming dan menarik,” pungkas Bitha.
13 Februari adalah peringatan Hari Radio Sedunia yang mana tanggal tersebut sudah ditetapkan oleh Unesco sejak 11 tahun silam. Bagi insan media radio, radio tidak akan pernah mati. Mereka percaya akan ada massa kejayaan dimana radio akan menjadi rujukan masyarakat untuk mencari hiburan dan informasi.
Apalagi data Nielsen Radio Audience Measurement pada 2016 menunjukkan waktu mendengarkan radio per minggu mulai bertumbuh dari tahun ke tahun. Hasil temuan Nielsen ini juga menunjukkan bahwa 57% dari total pendengar radio berasal dari Generasi Z dan Milenial. (ihz/rst)