Jumat, 22 November 2024

Prevalensi Stunting Jatim Terus Turun di Bawah Standar WHO, Jadi 19,2 Persen

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Hasto Wardoyo Kepala BKKBN waku ditemui di Dyandra Convention Center, Surabaya, Sabtu (11/2/2023). Foto: Wildan suarasurabaya.net

Prevalensi angka stunting di Jawa Timur (Jatim) terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), pada 2023 ini prevalensinya turun 4,8 persen menjadi 19,2 persen.

Hasto Wardoyo Kepala BKKBN menyebut, angka 19,2 persen itu sudah di bawah standar stunting yang ditetapkan organisasi kesehatan dunia (WHO).

WHO sendiri telah menetapkan standar 20 persen di suatu wilayah. Apabila jumlah stunting mencapai angka yang sudah ditetapkan, maka wilayah tersebut dianggap kronis atau mengalami masalah serius terhadap stunting.

Menurut Hasto penurunan stunting di Jatim ini merupakan sinergi dari semua Pemerintah Daerah, di mana semua bupati/wali kota se-Jatim turut andil melalui program layanan kesehatan yang sudah dibuat.

“Sekarang ini evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah indikatornya adalah stunting. Begitu juga reformasi birokrasi skornya nilainya adalah stunting, dulu tidak ada,” ujar Hasto waktu ditemui di Dyandra Convention Center Surabaya, Sabtu (11/2/2023).

Hasto menjelaskan bahwa sumber penyebab stunting adalah proses kehamilan dan reproduksi. Dua hal tersebut yang harus diperhatikan oleh masyarakat dan suatu pemerintahan, untuk menghindari stunting pada anak.

Sedangkan angka kehamilan di Jatim sepanjang tahun 2022 mencapai hampir 500 ribu, dan angka pernikahan mencapai kurang lebih 200 ribu. Namun, Hasto tidak merinci korelasi dua data tersebut.

“Maka BKKBN memberikan sex education, bagimana menyelamatkan organ perempuan dan laki-laki. kesehatan reproduksi penting. Agar kehamilan di luar nikah bisa dicegah. Orang semakin paham sex education semakin bisa meminimalisir,” katanya.

Menurut Hasto, pencegahan stunting bisa dilakukan melalui pemenuhan protein melalui ikan dengan harga yang murah, seperti lele. Selain itu kesehatan calon ibu hamil juga perlu diperhatikan.

“Kalau perempuan tidak mengalami anemia dan cukup umur untuk hamil, maka angka stunting bisa turun signifikan,” jelasnya.

Meski demikian, Hasto menyebut masih ada beberapa daerah di Jatim yang masuk zona merah angka stunting. Misalnya Kabupaten Jember yang mencapai 24,9 persen pada tahun 2022.

“Iya di Jember memang mengalami peningkatan, variasi di setiap daerah berbeda-beda,” imbuh Hasto.

Sementara itu Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim dalam kesempatan yang sama, menekankan pentingnya peran bidan dalam upaya pencegahan stunting di 1.000 hari pertama kehidupan anak.

Menurutnya, bidan merupakan sosok yang berada di garda terdepan yang dapat memberikan pendampingan, pengetahuan dan dukungan kepada para ibu sejak kehamilan hingga bayi berusia lima tahun.

Yang menjadi penting menurut orang nomor satu di Jatim ini, para bidan dapat memberi penyuluhan terkait pola asuh yang benar bagi para ibu.

Apabila para ibu mengonsumsi nutrisi yang cukup dengan pola hidup sehat, serta anak diasuh dengan penuh kasih sayang serta gizi tercukupi, maka risiko stunting dapat dihindari atau bahkan dihilangkan.

“Bidan ini peranannya sangat signifikan dalam penurunan angka stunting pada anak. Merekalah yang selalu mendampingi para ibu, semenjak awal kehamilan sampai sang anak mencapai usia lima tahun,” katanya. (wld/bil/faz)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs