Sabtu, 23 November 2024

Urusan Agraria, Lebih Baik Tingkatkan Kualitas Hakim daripada Bentuk Pengadilan Tanah

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Ilustrasi palu simbol kekuasaan hakim. Foto: Pixabay

Agus Sekarmadji, pakar hukum agraria Universitas Airlangga menilai pengadilan tanah bukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan beragam masalah pertanahan di Indonesia. Sebab, sebanyak apa pun pengadilannya, kalau yang memutus kasusnya kurang pengalaman, akan sama saja.

“Menurut saya lebih utama saat ini meningkatkan kualitas hakimnya. Perlu dilakukan penambahan hakim yang banyak, akan ada hakim khusus menangani pertanahan di pengadilan negeri. Banyak putusan pengadilan pertimbangan hukumnya kurang bagus sehingga masyarakat jadi kurang puas, tidak bisa diterima oleh masyarakat,” ujarnya dalam program Wawasan di Radio Suara Surabaya, Rabu (8/2/2023).

Terkait wacana membentuk pengadilan tanah, kata Agus, pemerintah perlu mempertimbangkan banyak aspek hukum pertanahan dan keberadaan hukum absolut dari masing-masing peradilannya.

“Ada hak atas tanah yang wewenangnya pengadilan negeri. Ada aspek hukum administrasinya, ada juga aspek hukum pidananya. M isalkan penerbitan sertifikat masuk ke peradilan tata usaha atas negara. Kalau hak atas tanah di pengadilan negeri. Kalau dijadikan satu akan bingung masuk ke mana karena sengketa itu konsideran,” kata dia.

Kemudian tentang pemberantasan mafia tanah, menurutnya, baru bisa dilakukan jika siapa pun yang memiliki wewenang harus benar-benar menjaga integritasnya. Mafia pasti mempermainkan bukti hak kepemilikan, orang yang memiliki kompetensi menerbitkan alat bukti akan diajak bermain. Jadi bagaimana caranya bukti-bukti yang terbit itu benar-benar untuk orang yang berhak.

“Kepala desa kalau tahu tidak memenuhi, sebaiknya tidak mengeluarkan alat bukti. Kalau di kepala desa jebol, ya, jebol. Kantor pertanahan meneliti data yuridis. Kalau terpenuhi akan ada pengumuman. Kalau tidak ada masalah, terbitlah sertifikat. Makanya, tidak bisa menyalahkan kantor pertanahan begitu saja,” tutur dia.

Sementara, Budi Harto Kepala Urusan Umum dan Kepegawaian Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surabaya II Krembangan mengimbau masyarakat untuk peduli dengan tanah yang dimiliki. Dirawat, jangan dibiarkan saja.

Selain itu juga hanya berkonsultasi dan mengecek kepemilikan tanah dengan BPN di masing-masing kabupaten atau kota, bukan dengan pihak lain.

Dia menjamin pegawai BPN akan dikenai sanksi hingga pemecatan kalau terbukti bermain dengan mafia tanah.

Perlu diketahui, wacana pembentukan pengadilan tanah pertama kali diungkapkan Mahfud MD MenkoPolhukam pada 19 Januari 2023. Diharapkan pengadilan ini dapat menyelesaikan sengketa akibat mafia tanah yang rumit, meresahkan, dan merugikan banyak pihak.

Sementara, Hadi Tjahjanto Menteri Agraria dan Tata Ruang sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada Senin (6/2/2023) menyebut pengadilan itu masih dalam proses kajian.(iss/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs