Pertama kalinya penampilan tari sufi terpanjang dan terjauh diadakan dalam gelaran Karnaval NUsantara Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU) hari ini, Selasa (7/2/2023).
Satu dari ratusan santri terpilih yang berasal dari berbagai pondok pesantren se-Indonesia menceritakan filosofi tari sufi yang tidak mengajarkan harapan imbalan, selain mendekat kepada Allah SWT.
Denta Aria Dipa Pratama (18 tahun) santri asal Pondok Pesantren Miftakhul Ulum Malang merasa beruntung jadi salah satu peserta yang dilibatkan. Pasalnya, tidak sembarang orang bisa melakukan tarian sufi menurutnya.
Butuh proses cukup panjang, tak hanya latihan.
“Saya ikut dari kecil lihat dari televisi tarian berputar-putar. Kelas enam saya mau di pondok, pas di pondok ada tari sufi. Diajari situ amalannya tariannya, cara bagimana ke mana, ke mana,” kata Denta, Selasa (7/2/2023).
Sebelum boleh melaksanakan tari sufi, santri harus menjalankan amalan jariyah, lanjut Denta. Tidak boleh memiliki sifat sombong, harus rendah hati. Dan menjadikan sesuatu yang menurut Allah punya nilai.
“Cuma satu, hanya wiridan, tawadhu, kalau nari harus tawasul, tidak sembarangan nari. Tahu dari gurunya kalau di-Alfatiha-in dikasih,” jelasnya.
Yang dia pahami selama dua tahun terakhir menekuni tari sufi, menurutnya tari sufi tidak untuk dilombakan. Tapi untuk membahagiakan Allah.
“Karena sufi tidak mengharapkan sesuatu imbalan apa pun,” imbuhnya.
Diketahui, ada 400 penari sufi dalam Karnaval NUsantara Satu Abad NU. Mereka melaksanakan tarian dengan jarak membentang hingga dua kilometer di titik start depan Alun-Alun Sidoarjo, Selasa (7/2/2023) siang.
Penampilan itu mendapat penghargaan MURI sebagai tari sufi terpanjang dan terjauh. Selain tari sufi, rombongan karnawal juga berisi 400 marching band kolosal banser dari Jawa Tengah, serta 500 fatayat NU membawa 26 ribu sticky notes seluruh nusantara yang juga tercatat dalam MURI. (lta/iss/ipg)