Jumat, 22 November 2024

Analis Kebijakan Transportasi Minta Moge Tidak Paksa Masuk Tol untuk Sekedar Touring

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi rombongan motor gede. Foto: blogarticles88.blogspot.com

Lagi-lagi “Motor Gede” (moge) kembali diusulkan untuk boleh masuk tol oleh komunitas dan klub pecinta moge, kepada pemerintah pada pekan lalu.

Bukan karena ingin dapat prioritas khusus, alasannya kata Irianto Ibrahim Presiden Motor Besar Club Indonesia, mulai dari kemacetan jalan, minimalisir gangguan kepada pengguna jalan lain. Selain itu, pemasukan dari moge ke negara melalui pajak yang besar dan sejumlah aksi sosial, hingga jadi potensi wisata karena menarik bikers (pemotor) asing datang ke Indonesia.

Usulan tersebut tentunya dapat beragam respon. Mulai Ahmad Sharoni Wakil Ketua Komisi III DPR RI yang juga Ketua Umum Harley-Davidson Club Indonesia (HDCI) menyatakan ketidak setujuannya. Alasannya, faktor keselamatan dan perlunya kajian mendalam.

Adapun Basuki Hadi Muljono Menteri PUPR juga menegaskan kalau moge tidak bisa masuk tol. Selain resiko kecelakaan, pertimbangan lain yakni mulai dari regulasi jalan tol, serta perbedaan aturan antara Indonesia dan luar negeri yang membolehkan moge masuk tol.

Untuk diketahui, aturan moge tidak boleh masuk tol tertuang dalam pasal 38 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2005, yang menyebutkan kalau jalan tol memang hanya diperuntukkan bagi kendaraan beroda empat atau lebih, kecuali di fasilitas yang memadai.

Aturan itu direvisi lewat PP Nomor 44 Tahun 2009 yang menambahkan satu ayat pada Pasal 38. Dalam aturan yang direvisi itu, motor dapat melintas di jalan tol dengan syarat dan kondisi tertentu.

Sementara itu, Azaz Tigor Nainggolan Analis Kebijakan Transportasi serta Kota kepada Radio Suara Surabaya mengatakan, selain sudah ada undang-undang yang tidak memperbolehkan moge masuk tol, dalam hierarki pengguna jalan kendaraan pribadi ada dalam urutan terakhir.

“Sehingga (moge) tidak boleh di prioritaskan karena kendaraan pribadi. Jadi tidak seharusnya minta hal yang kesannya diprioritaskan, apalagi kalau untuk sekedar touring. Sesuai undang-undang memang tidak boleh (masuk tol), kecuali memang itu sudah diatur, ada aturan, dan ada fasilitas penunjangnya,” ujarnya dalam program Wawasan, Kamis (2/2/2023) .

Aturan dan fasilitas yang dimaksud, menurutnya seperti yang ada di Jembatan Tol Penghubung Kota Surabaya dan Madura (Suramadu), yang memang menyediakan lajur khusus untuk roda dua.

Terkait pengawalan rombongan pejabat di tol yang dikawal petugas menggunakan moge, Azas juga mengungkapkan kalau sebenarnya tidak diperbolehkan. Hal tersebut menurutnya sudah tertuang dalam undang-undang yang mengatur.

“Tidak boleh juga dong, kalau mengawal ya (harusnya) pakai mobil, karena tidak ada pengecualian. Kalau diteruskan (pengawalan di tol menggunakan moge), kesannya justru memberi contoh yang kurang baik, dan akhirnya bikers-bikers itu minta juga dikasih akses yang sama,” ucapnya.

Soal pembayaran pajak moge yang lebih besar, Azas menegaskan bahwa itu sudah kewajiban dan tidak boleh dijadikan alasan untuk dapat prioritas.  Sedangkan untuk fasilitas pendukung agar moge di Indonesia bisa masuk tol, kata dia, juga masih belum memungkinkan.

Dia mencontohkan untuk jalur Tol Trans Jawa, yang jarak antar rest area-nya masih terlalu jauh untuk pengendara roda empat, apalagi untuk ditempuh bikers moge.

“Kalau moge, waduh ga bisa. Ga kuat pengendara moge-nya. Rest area paling tidak antara 20 sampai 23 kilometer, tidak boleh lebih. Artinya ada waktu untuk bisa istirahat,” tuturnya.

Sebagai informasi, dari polling Suara Surabaya Media, Kamis (2/2/2023), mayoritas responden menolak usulan moge masuk jalan tol tersebut. Di platform Instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 223 dari 300 responden (78 persen) memilih tidak setuju. Sedangkan dari data Gate Keeper, 74 dari total 95 voters (78 persen) baik yang mengudara maupun tidak di Radio Suara Surabaya, juga memilih tidak setuju. (bil/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs