Jumat, 22 November 2024

PPATK Catat Transaksi Mencurigakan Rp81 Triliun, di Antaranya Masuk Pasar Modal Hingga Bitcoin

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Ilustrasi pencucian uang. Foto: Freepik

M. Natsir Kongah Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa ada peningkatan transaksi mencurigakan sebesar Rp81 triliun lebih selama 2022. Hal ini terlihat berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh PPATK.

“Iya betul. Nah ini yang Rp81 triliun lebih merupakan hasil dari 225 hasil analisis yang dilakukan oleh PPATK dan tujuh hasil pemeriksaan yang terkait korupsi,” tuturnya saat mengudara di Radio Suara Surabaya, Kamis (29/12/2022).

Natsir mengatakan analisis transaksi yang dicatat oleh PPATK tahun ini berbeda, karena modus yang dilakukan para koruptor semakin canggih.

“Jika dibandingkan, koruptor yang kepala daerah misalnya, dengan para crazy rich yang penipuan, korupsi dan lain-lain yang dilakukan oleh anak-anak muda, itu memang beda modusnya,” katanya.

“Total dari penemuan Rp81 triliun ini sudah banyak yang masuk ke pasar modal, valuta asing, bitcoin, dan sejenisnya,” lanjutnya.

Dari hal ini, Natsir memaparkan proses penemuan hingga pengkategorian transaksi dapat disebut sebagai laporan transaksi keuangan mencurigakan apabila pihak pelapor mengetahui adanya penyimpangan profil nasabah.

“Kalau kita buka rekening di bank, itu kan bank nanya nama kita, tempat tanggal lahir, kemudian pekerjaan, penghasilan berapa. Seorang PNS misalnya, saya PNS gaji Rp30 juta itu biasa ditransfer di awal tanggal (bulan), dan kemudian ditarik. Nah itu profil tanda seorang PNS. Tapi kemudian, tiba-tiba dia dapat transfer dana Rp10 miliar misalnya. Nah ini kan menyimpang,” paparnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, apabila dana tersebut adalah hasil penjualan warisan, maka tidak akan ada masalah. Berbeda jika didapat dari hasil transaksi dengan bandar narkoba, maka patut dilaporkan karena ada indikasi ikut terlibat dalam pengedaran narkotika.

“Lalu PPATK analisis, memang ada indikasi bahwa uang ini tadi ditransfer dari si A ke si B dari hasil penjualan narkotika. Nah, hasil analisis dari laporan transaksi keuangan mencurigakan yang disampaikan bank tadi, dianalisis oleh PPATK, kemudian disampaikan kepada penyidik, dalam hal ini Badan Narkotika Nasional (BNN),” jelas Natsir.

Hasil analisis yang dilakukan PPATK, Natsir mengungkap bahwa laporan yang diterima, semuanya terindikasi kejahatan. Hal ini merujuk pada Pasal 2 Undang-Undang No 8 tahun 2010, dengan 25 tindak pidana asal dari pencucian uang.

“Misalnya korupsi, suap, illegal mining (penambangan liar), illegal logging (penebangan liar), prostitusi, perjudian, perdagangan orang, banyak sekali. Kemudian uang hasil dari kegiatan tadi dia simpan, dia samarkan, dia sembunyikan, agar penegak hukum sulit melacak uang hasil kejahatan tadi,” ungkapnya.

Menurutnya, tingkat kesulitan dalam menganalisis transaksi keuangan yakni terletak pada usahanya yang lebih berat.

“Tapi juga tidak sulit. Kalau beberapa kasus kita juga bisa mengungkapkan. Tapi kalau sepanjang dia menggunakan sarana dari sistem keuangan, nah itu bisa kita lacak. Cuma effort agak berat,” jelasnya.

Natsir juga menuturkan bahwa kasus transaksi selama 2022 merupakan bagian dari kolaborasi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, kejaksaan, bea cukai, pajak, dan BNN.

“Iya. Misalnya kasus Jiwasraya itu kan melibatkan korporasi, orang per orang, dan juga ada oknum-oknum,” ujarnya.

Namun, ada juga transaksi yang berupa kejahatan Business Email Compromise (BEC) di mana kasus ini banyak terjadi saat pandemi Covid-19.

Natsir mengatakan, selama 2022, total hasil kejahatan BEC yang masuk ke perbankan di Indonesia sebesar Rp100 miliar lebih, dengan total yang dapat diselamatkan negara dengan pola penghentian sementara yakni sebesar Rp45 miliar lebih atau 45,48 persen.

“Mereka melakukan semacam meng-hack email dari korespondensi antara buyer (pembeli) dan penjual. Kemudian dari email itu pembayarannya dialihkan oleh pelaku kejahatan ke rekening dia, tapi dibuat seolah-olah kepada produsen yang menjual. Nah itu kan pelakunya dari luar, melibatkan orang di Indonesia dan cukup banyak juga hasilnya,” ucapnya

Terkait hal ini, PPATK memiliki strategi kinerja di 2023 dengan terus menambah pengetahuan, melakukan antisipasi terhadap kejahatan-kejahatan yang akan berkembang, dan juga berkoordinasi serta bertukar informasi dengan PPATK lain di dunia.

“Jadi kita ada Egmont Group itu anggotanya adalah PPATK yang ada di negara-negara lain, di mana Egmond Group ini adalah organisasi internasional yang menghimpun 159 lembaga intelijen keuangan di seluruh dunia yang menjadi anggotanya,” pungkasnya.(rum/dfn/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs