Jumat, 22 November 2024

Ekonom Ingatkan Pentingnya Validitas Data Bansos Antisipasi Gejolak Ekonomi Tahun Depan

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Tri Rismaharini Menteri Sosial (tengah, belakang) menyaksikaan proses pencairan dana bansos kepada keluarga penerima manfaat di Desa Melis, Trenggalek, Sabtu (24/12/2021). Foto: Humas Kemensos RI

Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian optimistis ekonomi Indonesia tahun depan bisa tumbuh di angka 4,7-5,3 persen.

Untuk menjamin pertumbuhan serta menjaga resiliensi dari ancaman resesi ekonomi dunia, Pemerintah Indonesia menyiapkan sejumlah strategi.

Antara lain, mendorong masuknya banyak investasi, antisipasi inflasi global, pengetatan kebijakan moneter, menjaga surplus neraca perdagangan, serta menjaga daya beli masyarakat melalui penyaluran bantuan sosial (bansos).

Menko Perekonomian juga mengungkapkan, Pemerintah mendapat pelajaran berharga dalam menghadapi krisis dari pandemi Covid-19. Utamanya terkait koordinasi dan sinergi dengan berbagai pihak.

“Kami optimistis pertumbuhan ekonomi nasional tetap tinggi. Tapi, di sisi lain tetap harus waspada dan antisipasi tantangan global,” ujarnya di Jakarta, Kamis (29/12/2022).

Menanggapi kepercayaan diri Menko Perekonomian, Mohammad Faisal Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menilai ekonomi nasional relatif resilien tahun depan dengan prediksi pertumbuhan ekonomi 4,5-5,0 persen.

“Sumber utama pendorong pertumbuhan berasal dari konsumsi rumah tangga dan investasi yang diperkirakan masih cukup kuat,” ucapnya kepada wartawan, Kamis (29/12/2022).

Dia memprediksi, konsumsi rumah tangga tahun depan mampu melewati level pra-pandemi. Prediksi itu berdasarkan sejumlah faktor seperti relatif terkendalinya pandemi, tingkat inflasi lebih rendah, dan dorongan belanja politik jelang Pemilu 2024.

“CORE Indonesia memprediksi inflasi tahun depan antara 2-3 persen, di bawah inflasi tahun ini yang diperkirakan mencapai 5-6 persen,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Faisal mengingatkan Pemerintah memperhatikan bantuan sosial (bansos) seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Prakerja.

Karena, dia melihat ada potensi penyaluran bansos dan subsidi tahun 2023 akan mengulangi masalah yang terjadi pada tahun ini lantaran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) belum optimal dengan data ganda dan data yang belum diperbaharui.

“Di tengah kondisi perekonomian ke depannya yang diprediksi akan bergejolak, diharapkan berbagai program bantuan sosial dapat menjadi bantalan untuk banyak pihak yang terkena dampak dari ketidakstabilan perekonomian pada tahun 2023,” harapnya.

Sementara itu, Nailul Huda Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyarankan Pemerintah membereskan masalah data dulu, lalu meningkatkan koordinasi dan sinergi pihak terkait, serta mengorkestrasi kebijakan ekonomi.

“Pertama yang harus dibereskan masalah data. Sinkronisasi data yang paling utama,” katanya.

Selain itu, Pemerintah juga perlu mencari pasar baru bagi industri dalam negeri yang berorientasi ekspor. Pasalnya, resesi global diakibatkan kenaikan inflasi beberapa negara tujuan ekspor tengah seperti Amerika dan Inggris, bahkan ada yang hiper inflasi seperti Argentina dan Turki.

“Resesi bisa diantisipasi sebenarnya. Pemerintah perlu mencari pasar baru untuk industri berorientasi ekspor,” sebutnya.

Kemudian, Huda mendorong Pemerintah menjaga daya beli masyarakat supaya konsumsi rumah tangga tetap mampu menopang ekonomi nasional. Salah satunya, dengan mengendalikan inflasi, menjaga harga komoditas dalam negeri, dan penyaluran bansos.

“Dengan konsumsi rumah tangga yang masih bisa dijaga, sebenarnya membuka peluang bagi Pemerintah untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen,” pungkasnya.(rid/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs