Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menyebut kondisi sungai di Indonesia banjir mikroplastik disebabkan oleh tata kelola sampah yang amburadul.
Prigi Arisandi Founder Ecoton mengatakan, kemampuan pemerintah untuk melayani sampah penduduk Indonesia saat ini hanya sekitar 40 persen.
“Ini merupakan warning bagi pemerintah untuk memprioritaskan penanganan sampah. Sekarang itu, orang buang sampah bukan karena orangnya buang sampah sembarangan, tapi karena pemerintah yang tidak menyediakan infrastruktur tempat sampah, kemudian pengelolaan,” ucapnya kepada suarasurabaya.net pada Kamis (29/12/2022).
Melalui data Ekspedisi Sungai Nusantara yang ia lakukan bersama tim untuk menguji kandungan mikroplastik di 68 sungai strategis nasional, hasilnya banyak yang terkontaminasi.
Dari 24 provinsi, lima tertinggi yakni berada di Jawa Timur ditemukan sebanyak 636 partikel per-100 liter, kemudian Sumatera Utara ditemukan 520 partikel per-100 liter, Sumatera Barat ditemukan 508 partikel per-100 liter, Bangka Belitung ditemukan sebanyak 497 partikel per-100 liter, serta Sulawesi Tengah sebanyak 417 partikel per-100 liter.
Dengan temuan tersebut, ia mengatakan bahwa kondisi sungai di Indonesia saat ini masih buruk, sehingga harus ada upaya penegakan hukum untuk mengatasi masalah tersebut.
“Pemerintahan harus menginisiasi, anggaran harus dibesarkan untuk tempat sampah, pemilahan dan penegakan hukum,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengatakan bahwa partikel mikroplastik telah banyak ditemukan mulai di air, udara, ikan, hingga di dalam tubuh manusia yang juga terdapat pada darah, paru-paru, juga ASI, dan itu menjadi ancaman serius bagi kesehatan.
“Namun permasalahan itu belum menghentikan kegiatan produksi plastik yang sampai saat ini masih tetap berjalan, bahkan muncul masalah lain WTE (Waste to Energy) yaitu mengubah sampah plastik jadi energi, tetapi hal tersebut dapat melepaskan mikroplastik beserta bahan racun plastik ke lingkungan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, ia mengatakan, sudah saatnya pemerintah pusat dan daerah membuat kebijakan untuk menyelesaikan masalah sampah plastik di Indonesia, agar tidak berubah menjadi mikroplastik dan membahayakan.
“Jadi, langkahnya yang pertama bikin regulasi, di Indonesia ini ada 75 kota, kabupaten dan provinsi yang mempunyai regulasi pengurangan plastik, kemarin Surabaya punya Perwali, nah itu penanganannya di hulunya,” ucapnya.
Selain itu, juga dengan mendorong produsen penghasil sampah plastik untuk tidak mencemari sungai, memperbaiki tata kelola sampah, dan memulai budaya pengurangan plastik sekali pakai di setiap tempat, termasuk di kantor pemerintahan.
“Jadi kita butuh contoh dari pemerintah untuk mereka memulai dan agar mendorong pemilahan sampah dari rumah. Ini kan tidak didorong, tiap lurah, tiap desa harus ada TPS, agar mengurangi beban TPA,” pungkasnya.(ris/dfn/ipg)