Sabtu, 23 November 2024

5 Menteri yang Pernah Nyantri di Kabinet Jokowi

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Ilustrasi. Grafis; Purnama suarasurabaya.net

Pemerintah menetapkan tanggal 22 Oktober 2017 sebagai Hari Santri Nasional. Peringatan Hari Santri tahun ini merupakan yang keempat kalinya sejak dideklarasikan Presiden Jokowi pada 22 Oktober 2015 lalu.

Tentu saja hal ini mendapatkan sambutan dari para santri maupun seluruh pihak yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren. Puncak perayaan Hari Santri digelar di Lapangan Gasibu Bandung, Jawa Barat, Minggu (21/10/2018) dengan mengusung tema ‘Bersama Santri Damailah Negeri’.

Lukman Hakim Saifuddin Menteri Agama mengatakan, melalui tema tersebut kaum santri diharapkan menyadari tanggung jawab yang lebih besar dalam menjaga, memelihara, dan merawat keindonesiaan.

Ia juga menyampaikan bahwa santri bisa diartikan bukan saja mereka yang lulusan pondok pesantren, tetapi umat Islam yang memiliki basis keilmuan memadai dan memiliki daya pikir terbuka, serta menyebarkan agama Islam yang mendamaikan.

“Santri dalam pengertian luas adalah umat muslim yang memiliki basis pengetahuan memadai dan memiliki cara berpikir terbuka, dan menebarkan ajaran Islam dalam mewujudkan kedemaian di tengah-tengah kehidupan,” ujar Lukman Hakim.

Dalam sejumlah kunjungan kerja ke daerah, Presiden Jokowi sendiri juga kerap menyelipkan agenda bersilaturahmi ke pondok pesantren. Dia bahkan dikenal cukup dekat dengan kalangan ulama dan pengasuh pondok pesantren, di antaranya KH Maimoen Zubair Ketua Dewan Syuro PPP, yang juga pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, serta Habib Lutfhi bin Yahya Ketua MUI Jawa Tengah, dan KH Munif Zuhri, pengasuh Pondok Pesantren Girikusumo Demak.

Bahkan, di Pilpres 2019 ini, dilansir Liputan6.com, Jokowi menggandeng Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin, yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren An-Nawawi Banten, sebagai calon wakil presiden.

Tak hanya dekat dengan para tokoh pesantren, sejumlah menteri atau pejabat setingkatnya di Kabinet Kerja merupakan alumnus pondok pesantren.

Berikut lima menteri di Kabinet Jokowi-JK yang pernah nyantri di pondok pesantren:

Imam Nahrawi Menpora


Imam Nahrawi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora). Foto: kemenpora.go.id

Imam Nahrawi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) merupakan salah satu menteri yang pernah merasakan bangku pendidikan di pesantren.

Dia merupakan Alumni Pondok Pesantren Al Kholiliyah An Nuroniyah, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.

Sebagai alumni pesantren, Imam Nahrawi mempunyai sejumlah program kerja, khususnya untuk mengembangkan kemampuan para santri di bidang olahraga dan kepemudaan. Salah satu program yang dibuat, yaitu pembentukan kompetisi sepak bola Liga Santri Nasional yang diikuti oleh berbagai pesantren dari seluruh Indonesia.

Imam juga sempat unjuk kebolehan membaca Kitab Kuning di hadapan ribuan santri Pondok Pesantren Al Fadlu, Kendal, Jawa Tengah.

“Sudah lama saya tidak baca Kitab Kuning. Alhamdulillah masih bisa meski tidak sempurna,” ujar Imam usai membaca kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali dalam siaran pers.

Sebagai ilmu pengetahuan, Kitab Kuning, kata Imam, secara subtansi mengajarkan Islam yang moderat, tapi dengan tetap memegang prinsip.

“Jangan sampai Kitab Kuning yang menjadi khazanah Islam Nusantara ini dicuri dan disalahgunakan oleh kelompok lain yang seolah-olah peduli ke pesantren, tapi praktik politiknya justru menghabisi pesantren,” kata Imam, 2 April 2017.

M Nasir Menristekdikti


M Nasir Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Foto: Twitter @kemristekdikti

Presiden Joko Widodo resmi melantik Muhammad Nasir menempati pos menteri yang baru dibentuk, yaitu Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

Sebelum dilantik menjadi menteri, dia adalah rektor terpilih Universitas Diponegoro, Semarang, untuk periode 2014-2018 sampai dilantik menjadi menteri pada 26 Oktober 2014.

Nasir, yang juga pernah menjabat sebagai Komisi Ekonomi Syari`ah di Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah, merupakan alumnus di dua pondok pesantren di Jawa Tengah.

Dia menempuh pendidikan di madrasah tsanawiyah (MTs) di Pondok Pesantren Mambaul Ilmi Asy-Syar`i Sarang, Rembang, dan saat SMA, dia menjadi santri di Pondok Pesantren Al-Islah, Kediri.

Kiprah Mohamad Nasir di bidang pendidikan tinggi memang sudah dimulai sejak 1990. Kala itu, ia menjadi dosen tetap Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.

Pada tahun 2006, Mohamad Nasir mengemban tugas sebagai Pembantu Rektor II (Bidang Keuangan dan Sumber Daya) Universitas Diponegoro Semarang dan terpilih menjadi Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UNDIP dengan masa jabatan 2011-2014.

Hanif Dakhiri Menteri Tenaga Kerja


Hanif Dakhiri Menteri Tenaga Kerja. Foto: kemnaker.go.id

Sebelum menjadi menteri, Hanif Dakhiri lebih dikenal sebagai politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Pria kelahiran Semarang, 6 Juni 1972 itu rupanya sempat mengenyam pendidikan di pondok pesantren, yaitu tepatnya di SMA Al-Muayyad, yang berada di lingkungan Pondok Pesantren Al Muayyad Solo.

Selepas SMA, putra pasangan Zuhri Maksum dan Hj. Siti Hafsoh ini menjadi aktivis organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Komisariat IAIN Salatiga hingga 1992.

Karier politiknya dimulai dengan bergabung ke Partai Kebangkitan Bangsa sejak 1998, sehingga ia dianggap generasi awal partai ini.

Dia lalu dipercaya menjadi Wakil Sekjen DPP PKB untuk kurun waktu 2005 hingga 2010, menjadi Wakil Ketua Umum Dewan Koordinasi Nasional Gerakan Pemuda PKB sejak 2006 hingga 2010, lalu menjadi Ketua DPP PKB.

Pada kurun waktu 2010 hingga 2014, ia menjadi Ketua Umum DKN Garda Bangsa dan terpilih menjadi Sekjen DPP PKB pada tahun 2014. Pada tahun 2006 hingga 2007, ia menjadi Staf Khusus Menakertrans.

Selama menjalankan amanat sebagai anggota DPR periode 2009-2014 dari Dapil Jawa Tengah X, ia bergabung dalam komisi IX, menjadi Sekretaris Fraksi PKB, dan tergabung dalam Badan Anggaran.

Pada 2014, ia akhirnya ditunjuk menjadi Menteri Ketenagakerjaan dalam Kabinet Kerja.

Lukman Hakim Menag


Lukman Hakim Saifuddin Menteri Agama. Foto: Twitter @Kemenag_RI

Lukman Hakim Saifuddin menjadi satu-satunya menteri dari kabinet era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tetap dipertahankan oleh Jokowi ketika membentuk Kabinet Kerja pada 27 Oktober 2014.

Karier Lukman sebagai menteri di mulai pada 9 Juni 2014. Lukman Hakim resmi dilantik oleh Presiden SBY menggantikan Suryadharma Ali yang mengundurkan diri karena terlibat kasus dugaan korupsi dana haji di Kementerian Agama.

Lukman Hakim sendiri merupakan salah seorang alumni Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, yang berkarier moncer di pemerintahan.

Anak dari mantan Menteri Agama di era Bung Karno, Saifuddin Zuhri, itu memulai karier politiknya di Persatuan Pembangunan (PPP).

Keberadaannya di PPP mulai awal dekade 1990-an menjadi simbol munculnya generasi baru di partai Islam. Dan belakangan ini hampir 80 persen dari kepengurusan PPP tingkat pusat didominasi kaum muda.

Secara resmi menjadi pengurus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada awal 1994 sebagai anggota Lembaga Pusat Pendidikan dan Latihan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP, lalu menjadi Ketua di lembaga tersebut pada 1999-2003.

Lukman juga menduduki posisi Sekretaris Pengurus Harian Pusat DPP PPP periode 2003-2007.

AM Fachir Wamenlu


Abdurrahman Mohammad Fachir Wakil Menteri Luar Negeri

Belum banyak yang mengetahui bahwa Abdurrahman Mohammad Fachir (AM Fachir) Wakil Menteri Luar Negeri merupakan lulusan Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Jawa Timur.

Tak hanya di Gontor, bahkan Fachir juga pernah menimba ilmu di Pesantren Wali Songo Ngabar.

Pendidikan agama memang sudah melekat pada Fachir sejak muda. Selepas mengenyam pendidikan di pesantren, Fachir melanjutkan pendidikan perguruan tinggi di Fakultas Sastra dan Bahasa Arab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (sekarang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

Selama berkuliah ia pernah mengikuti pertukaran pemuda ASEAN-Jepang (Nippon Maru) 1978.

Fachir pernah membuat prestasi membanggakan dengan menciptakan sistem pendataan mahasiswa Indonesia yang diberi nama Simadu “Sistem Informasi Terpadu” dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Bahkan, sistem ini dapat digunakan oleh Al-Azhar untuk mengecek data mahasiswa Indonesia di Mesir.

Sejumlah jabatan stategis sebagai diplomat pernah diemban oleh pria kelahiran Banjarmasin, 26 November 1957 ini. Fachir pernah ditugaskan di KBRI Baghdad sejak tahun 1988 hingga tahun 1992.

Pria 56 tahun ini juga pernah menjadi perutusan tetap Republik Indonesia untuk PBB di New York sebagai penanggung jawab satuan tugas GNB di tahun 1995 hingga 1999.

Pada era Presiden Megawati Soekarnoputri 2002 hingga 2004, ia menjabat sebagai kepala biro naskah dan penerjemahan sekretaris negara sekaligus penerjemah resmi Presiden Megawati Soekarnoputri.

Selanjutnya, di tahun 2004 ia diamanatkan sebagai wakil kepala perwakilan di Malaysia. Kemudian pada 2007 Fachir menjadi kuasa usaha AD interim. Pada tahun yang sama, ia menjabat sebagai Duta Besar Mesir.

Dia menjabat sebagai Duta Besar Arab Saudi di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2014, sebelum kini menjabat sebagai Wakil Menteri Luar Negeri di era Presiden Jokowi. (lip6/nin/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
31o
Kurs