Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI mengimbau kepada bakal calon presiden (bacapres) tidak melakukan aktivitas kampanye terselubung dan mencuri start kampanye Pemilu 2024, sebab saat ini belum waktunya.
“Undang-Undang Pemilu telah menyediakan waktu bagi setiap kontestan pemilu untuk mengkampanyekan dirinya sebagai calon presiden dan wakil presiden, yakni pada masa kampanye,” kata Puadi Anggota Bawaslu saat jumpa pers di Media Center Bawaslu, Jakarta, Kamis, (15/12/2022), mengutip laman resmi Bawaslu.
Hal tersebut merespon laporan dugaan pelanggaran yang disampaikan pelapor atas nama MT terkait adanya peristiwa penandatanganan petisi dukungan jadi presiden, yang dilakukan oleh terlapor Anies Baswedan (AB) pada 2 Desember 2022 di Masjid Baiturrahman, Kota Banda Aceh.
Publik telah mengetahui bahwa AB merupakan bacapres yang akan diusung oleh gabungan partai tertentu, sehingga aktivitas safari politiknya dapat saja dimaknai sebagai aktivitas mengkampanyekan atau setidaknya mensosialisasikan dirinya sebagai bakal calon presiden pada Pemilu 2024, terutama dalam rangka meningkatkan elaktabilitasnya nanti di Pemilu 2024.
Menurut Puadi, hal tersebut jelas bertentangan dengan prinsip kesetaraan dan keadilan bagi semua pihak yang hendak berkontestasi dalam Pemilu. Safari politik hakikatnya memang bertujuan untuk mengenal lebih jauh partai dan capres yang akan diusung.
“Para calon menyosialisasikan dirinya sah-sah saja, asalkan ditempuh melalui cara-cara yang dikehendaki UU Pemilu sebagai regulasi yang mengatur tentang pemilihan umum,” tegas Puadi.
Puadi menambahkan, untuk mencegah terjadinya dugaan pelanggaran yang dapat mencederai keadilan Pemilu dan dalam merawat prinsip-prinsip Pemilu yang berintegritas, Bawaslu juga mengingatkan kepada seluruh pihak untuk mematuhi tahapan yang telah ditetapkan oleh KPU.
Puadi melanjutkan, meski belum ada calon anggota legislatif, calon presiden dan wakil presiden, maupun calon kepala daerah yang ditetapkan KPU sebagai peserta Pemilu 2024, namun bakal calon Presiden dan Wakil Presiden dan pemangku kepentingan Pemilu, tidak melakukan berbagai kegiatan yang menjurus kepada aktivitas kampanye di luar jadwal yang telah ditentukan oleh penyelenggara.
Kemudian setiap orang, termasuk pengurus atau anggota partai politik maupun pejabat negara tidak menggunakan politisasi Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) baik dalam aktivitas kampanye maupun kegiatan yang menjurus kepada aktivitas kampanye, tidak melakukan aktivitas politik praktis di tempat keagamaan, serta menciptakan kondisi yang sejuk dan damai dalam tahapan penyelenggaraan Pemilu.
Lalu partai politik, bakal calon peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan pemangku kepentingan pemilu memiliki tanggung jawab untuk memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pemilu yang bersih dari isu politik identitas, politisasi SARA, berita bohong (hoax) dan ujaran kebencian (hate speech) menjadi suatu kebutuhan, terutama dalam rangka mewujudkan pemilu berintegritas, tidak hanya dari sisi hasil, namun juga dari sisi proses.
Selanjutnya Puadi menyebut pejabat negara hendaknya dapat menahan diri untuk tidak melakukan berbagai tindakan yang menyalahgunakan wewenang dan menggunakan fasilitas jabatannya untuk kepentingan partai politik dan golongan tertentu.(dfn)