Sabtu, 23 November 2024

Menko Perekonomian: Kemitraan ASEAN-Uni Eropa Bisa Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Airlangga Hartarto Menko Perekonomian memberikan keterangan di Jakarta, Kamis (13/10/2022). Foto: Humas Kemenko Perekonomian

Hubungan bilateral yang terjalin antara negara-negara ASEAN dan Uni Eropa sudah memasuki usia yang ke-45 tahun.

Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian mengatakan, hubungan baik ASEAN dengan Uni Eropa harus ada manfaat nyatanya.

“Hubungan yang sudah berjalan baik harus dimanfaatkan dengan terus menjaga kolaborasi yang erat antara dua kawasan. Ekonomi Digital, Energi Hijau, serta sektor Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan beberapa contoh sektor potensial yang bisa dikembangkan bersama,” ujarnya dalam kunjungan kerja di Brussel, Belgia, Rabu (14/12/2022).

Kemudian, Keketuaan Indonesia di ASEAN 2023 dan Presidensi Swedia di Uni Eropa 2023 diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di kedua kawasan.

“Kedua pihak tentunya ingin melakukan langkah sinergi yang strategis, memanfaatkan peran penting Indonesia dan Swedia yang memegang Keketuaan (chairmanship) di kawasan masing-masing pada tahun 2023,” imbuhnya.

Menanggapi hal itu, Riza Noer Arfani Pakar Perdagangan Ekonomi Dunia dan Politik Internasional Universitas Gadjah Mada UGM bilang, sekarang adalah momen bamuat Indonesia meningkatkan kerja sama ASEAN-Uni Eropa lebih dari sekeladar seremonial.

“Dengan menjadi Ketua ASEAN, Indonesia bisa menekankan hubungan yang non diplomatis, menghubungan antar industri dan antarmasyarakat,” katanya di Jakarta, Kamis (15/12/2022).

Agenda Kekuatan Indonesia di ASEAN tahun 2023, lanjut Riza, bisa didorong untuk menghubungkan industri juga manusianya.

“Selama ini, hubungan kemitraan yang dijalin ASEAN dengan Uni Eropa, sebatas hubungan diplomatik, seremonial,” jelasnya.

Menurut Riza, masih ada beberapa hal yang mengganjal dari hubungan ASEAN-Uni Eropa. Misalnya, masalah di komunitas sawit yang mendapatkan kampanye negatif dari negara-negara Uni Eropa.

Kemudian, tentang gugatan Uni Eropa terhadap Indonesia di WTO atas kasus Nikel. Karena, Pemerintah Indonesia melarang ekspor bahan mentah bijih nikel untuk mengembangkan hilirisasi produk dalam negeri.

“Kepentingan Indonesia melarang ekspor bijih nikel untuk kepentingan kesejahteraan dalam negeri tidak dipertimbangkan. Sebagai gantinya mereka malah berperkara ke WTO.” ungkapnya.

Melihat kondisi itu, Riza kembali menegaskan, dalam Keketuaan Indonesia di ASEAN perlu ditegaskan kemitraan yang berkelanjutan, kemitraan yang aktual, dan kepentingan bersama.

Sementra itu, Sugiyono Madelan Ibrahim Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) optimistis Indonesia mampu memainkan peran besar sebagai Ketua ASEAN pada 2023.

Dia memprediksi Indonesia akan menjadi jembatan dalam bidang perekonomian antara Asean dan Uni Eropa.

Sugiyono menjelaskan, kondisi ekonomi negara-negara ASEAN yang masih stabil akan sangat membantu memperlancar kerja sama dengan Uni Eropa yang tengah menghadapi kriris energi akibat perang Rusia-Ukraina.

“Negara-negara lain di ASEAN pun mendapat manfaat dari itu. Apalagi ketika tahun depan perkiraan ekonomi dunia melemah. Di Asia Tenggara kan tidak, termasuk utamanya Indonesia,” sebutnya.

Selain itu, Indonesia punya pengalaman sebagai Ketua ASEAN dan menjalin hubungan bilateral dengan Uni Eropa. Sebagai contoh, Indonesia mampu menghadapi persoalan menyangkut ekspor CPO yang dinilai Uni Eropa tidak menganut prinsip berkelanjutan.

“Saya yakin seperti itu. Memang Indonesia sangat berpengalaman sebagai Ketua ASEAN,” pungkasnya.

Sekadar informasi, Uni Eropa adalah mitra dagang ASEAN ketiga terbesar sesudah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Amerika Serikat (AS). Total perdagangan ASEAN-Uni Eropa tahun 2021 mencapai 268,9 miliar Dollar AS.

Sementara itu, investasi asing langsung Uni Eropa ke negara-negara ASEAN tahun 2021 mencapai 26 miliar Dollar AS.(rid/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs