Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri beberapa perkara di Mahkamah Agung (MA) yang ditangani oleh Gazalba Saleh (GS) Hakim Agung.
KPK memeriksa GS sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/12/2022) untuk tersangka Prasetio Nugroho (PN) selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti pada Kamar Pidana dan asisten GS dalam penyidikan kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA.
“Tim penyidik mendalami pengetahuan yang bersangkutan antara lain terkait dengan penanganan beberapa perkara di MA yang ditangani saksi selaku Hakim Agung,” ucap Ali Fikri Kepala Bagian Pemberitaan KPK di Jakarta sebagaimana dikutip Antara, Rabu (14/12/2022).
Selain GS dan PN, KPK juga menetapkan tersangka lainnya yaitu Redhy Novarisza (RN) selaku staf GS. Ketiganya merupakan pihak penerima kasus suap di MA tersebut.
KPK sebelumnya telah menetapkan lebih dulu 10 tersangka dalam kasus tersebut. Sebagai penerima adalah Sudrajad Dimyati (SD) Hakim Agung, Elly Tri Pangestu (ETP) Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA; dua PNS yaitu Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH) pada Kepaniteraan MA; dua PNS MA yakni Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Tersangka selaku pemberi suap adalah Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) sebagai pengacara, serta dua pihak swasta/debitur KSP Intidana yakni Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Adapun konstruksi perkara yang menjerat GS dan kawan-kawan, KPK mengungkapkan adanya perselisihan di internal koperasi simpan pinjam Intidana (ID) pada awal tahun 2022. Dilanjutkan, adanya pelaporan perkara pidana dan gugatan perdata yang berlanjut ke persidangan di Pengadilan Negeri Semarang.
Lalu, HT menunjuk YP dan ES sebagai pengacara untuk mendampingi selama dua proses hukum yang berlangsung.
Terkait perkara pidana, HT melaporkan Budiman Gandi Suparman pengurus KSP ID karena adanya pemalsuan akta dan putusan di tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Semarang dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan bebas.
Langkah hukum selanjutnya yaitu jaksa mengajukan upaya hukum kasasi ke MA. Kemudian, YP dan ES ditugaskan oleh HT untuk mengawal proses kasasi di MA agar pengajuan kasasi dikabulkan.
Dikarenakan YP dan ES telah mengenal baik dan biasa bekerja sama dengan DY sebagai salah satu staf di Kepaniteraan MA untuk mengkondisikan putusan maka digunakan melalui jalur DY dengan adanya kesepakatan pemberian uang sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura (setara dengan Rp2,2 miliar).
Terkait pengondisian putusan, DY turut mengajak NA yang juga staf di Kepaniteraan MA. Lalu, NA mengkomunikasikan dengan RN selaku staf Hakim Agung GS dan PN selaku asisten Hakim Agung GS sekaligus sebagai orang kepercayaan dari GS.
Salah satu anggota majelis hakim yang ditunjuk untuk memutus perkara terdakwa Budiman Gandi Suparman saat itu adalah GS.
Keinginan HT, YP, dan ES akhirnya terpenuhi dengan diputuskannya terdakwa Budiman Gandi Suparman dinyatakan bersalah dan dipidana selama lima tahun penjara.
KPK menduga dalam pengondisian putusan kasasi tersebut, sebelumnya ada pemberian uang pengurusan perkara melalui DY yang kemudian dibagi kepada DY, NA, RN, PN, dan GS.
Sementara, sumber uang yang digunakan YP dan ES selama proses pengondisian putusan di MA berasal dari HT.
Sebagai realisasi janji pemberian uang, YP dan ES menyerahkan uang pengurusan perkara di MA secara tunai dengan nominal sekitar 202 ribu dolar Singapura melalui DY.
KPK masih mengembangkan lebih lanjut bersama tim penyidik terkait rencana distribusi pembagian uang 202 ribu dolar Singapura dari DY ke NA, RN, PN, dan GS.(ant/tik/iss)