Sabtu, 23 November 2024

Disekap hingga Alami Kekerasan, Remaja Yatim Piatu Pengidap Kleptomania Diusir dari Panti Asuhan

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Fuad Bernardi Ketua Karang Taruna Surabaya bersama para pengurus dan anak yang dilindungi di shelter milik kartar. Foto: Meilita suarasurabaya.net

Kisah pilu dialami M (15 tahun) yang sejak lahir tidak pernah mengetahui siapa kedua orang tuanya dan harus tinggal di salah satus panti asuhan di Surabaya.

Kebiasannya mencuri karena terdiagnosa mengidap kleptomania (dorongan tak tertahankan untuk mencuri), membuatnya mengalami kekerasan dan penyekapan pengurus hingga berujung diusir dari panti asuhan tersebut.

Sejak empat bulanan yang lalu, M tidak lagi menjadi anak asuhan panti dan pindah tinggal ke shelter penampungan milik karang taruna Surabaya.

Tempat penampungan itu, berisikan anak-anak seusianya yang bermasalah dengan hukum maupun lingkungan sekitar.

Mei Rukmana, pengurus karang taruna Surabaya, yang rumahnya dijadikan shelter tempat M tinggal sekarang, mengatakan yang bersangkutan sudah terlihat jauh lebih baik, dan perlahan sembuh dari traumanya, saat disekap beberapa bulan lalu.

“Jadi anak ini disekap sama pengurus panti. Tidak sekolah dua hari, dicari gurunya ke panti. Setelah dicari gak dibukakan pintu sama panti. Lapor ke kepala sekolah (salah satu SMP negeri di Surabaya), penasaran kepseknya. (Karena) dia rajin ke sekolah. M akhirnya dievakuasi sekolahan, karena disekap oleh panti. Diserahkan ke kita. Tidak bikin laporan polisi (LP),” tuturnya pada suarasurabaya.net, Minggu (4/12/2022).

Hingga kini, M belum berubah total. Seminggu hampir dua sampai tiga kali dipanggil guru BK sekolah karena masalah yang sama, yaitu mencuri barang milik temannya.

“Kasus nyuri dua kali di sekolah itu dipanggil terus. Kasusnya gak mesti. Uang, HP yang diambil. Sama saya gak pernah dikasih uang sangu, karena mama (saya) sudah kasih bekal nasi dari sini. Sekolah juga gak ada kantin. Uangnya itu dikumpulin pengen dipakai nonton,” jelas Mei sambil bercanda ke M.

Oleh karena itu, sejak sekitar empat bulan M tinggal di shelter, ada pemantauan psikolog Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB). Selain Mei, M juga diawasi Rini warga sekitar shelter yang sama-sama peduli.

Sementara M juga tidak mengelak yang disampaikan Mei. Alasan ia sering mengambil uang, bukan untuk dirinya. M ingin membelikan adik-adik asuhnya di panti, sebuah jajan.

“(Ambil uang) buat adek (yang) gak pernah jajan. Adekku N pengen jajan. N sama F yang adekku. N kelas 1, F kelas 6. Aku kangen sama adek-adekku,” tutur M yang seketika tangisnya pecah mengingat adik-adik asuhnya di panti dulu.

Wanita keturunan luar Pulau Jawa ini mengaku bercita-cita jadi polisi wanita (polwan). Ia juga ingin sekali berubah untuk tidak lagi mencuri. Tapi, M mengaku masih kesulitan mengendalikan keinginannya untuk selalu mengambil barang.

“M ambil mulai dari SD, uang, barang gitu. Pengen ambil barang orang. Belum siap mau berubah. Itu masih kecil kan jadi udah kebiasa. Kalau (aku) dipukul (pun) gak bisa diem, pengen ambil (lagi). Waktu ngambil udah kayak orang bingung aku. Terakhir ambil HP temenku. Niatku kembaliin, tapi besoknya sudah dipanggil guru BK (bimbingan konseling),” jelas M. (lta/bil/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs