Jumat, 22 November 2024

Pakar Unair: Polisi Baru Bertindak Setelah Kejadian, Harus Ada Sinergi dengan Warga

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Lokasi penyerangan gangster di Jalan Keputih, Jumat (2/12/2022). Foto: Istimewa.

Saat ditanya pendapatnya soal fenomena kelompok perusuh yang akhir-akhir ini marak di Kota Surabaya, Prawitra Thalib Koordinator Program Studi Magister Kajian Ilmu Kepolisian (KIK) Pascasarjana Unair, justru menyebut jika polisi kadang baru bertindak setelah ada rentetan kejadian yang merugikan warga.

Oleh karena itu, Prawit sapaan akarabnya menyebut kedepan harus ada sinergi kuat antara polisi dengan warga Surabaya, untuk bersama memberantas fenomena kelompok perusuh ini.

Dia menegaskan, jangan sampai warga dibuat geram dengan ulah kelompok perusuh itu, hingga akhirnya main hakim sendiri. Prawit menyebutnya sebagai konflik horizontal antar masyarakat yang harus dihindari.

“Kita sebagai negara hukum punya mekanisme hukum. Artinya untuk hal seperti ini biar aparat penegak hukum yang mengambil peranan,” kata Prawit waktu dihubungi suarasurabaya.net, Selasa (6/12/2022).

Selain itu dalam kasus ini, kata dia, masyarakat harus pro aktif menginformasikan kejadian perusuh kepada penegak hukum. Karena hanya polisi yang memiliki kewenangan, untuk mengambil tindakan berdasar prinsip mengayomi dan melindungi masyarakat.

Upaya pelaporan bisa diinformasikan melalui Ketua RT setempat yang bertanggung jawab untuk berkomunikasi dengan Polsek terdekat.

“Kalau komunikasi sudah terjalin, saya yakin nanti aparat akan menurunkan personilnya. Tanpa harus masyarakat turun ke jalan dengan niat memerangi perusuh,” katanya.

Pakar Hukum Kepolisian Unair itu juga menjelaskan, respon polisi yang sedikit terlambat dalam menangani fenomena kelompok perusuh ini bukan tanpa sebab.

Menurutnya, faktor keterlambatan itu disebabkan karena wilayah yang luas, keterbatasan personil, dan load pekerjaan atau kasus yang ditangani polisi cukup banyak.

“Ini yang harus kita cegah kemudian hari. Jangan sampai ada korban dulu baru polisi mengambil tindakan,” imbuhnya.

Poinnya, lanjut dia, ada pada sinergi polisi dan warga yang sudah disebutkan tadi, yakni sangat dibutuhkannya partisipasi masyarakat untuk membantu kinerja polisi menindak para pelaku perusuh.

“Saya yakin dulu sebelum ada kejadian, tidak hanya polisi, masyarakat tidak menduga hal ini akan terjadi,” ujar Prawit.

Dosen Pascasarjana Unair itu mengatakan untuk meredam fenomena kelompok perusuh di Kota Pahlawan ini, kepolisian harus menangkap para pemimpinnya. Analoginya seperti saat menghadapi seekor ular, maka yang ditangkap harus kepalanya terlebih dulu.

“Kalau komandonya ditangkap, anggotanya pasti kocar-kacir. Orang-orang itu yang harus disikat duluan,” tegasnya.

Selain itu, dalam beberapa hari ini Prawit menilai kinerja polisi sudah bagus dan sesuai dalam menangani kasus-kasus terkait kelompok perusuh.

Seperti menelusuri sampai ke akarnya, dan merazia beberapa tempat diduga sebagai lokasi kumpulnya mereka. Selain itu beberapa pentolan kelompok perusuh sudah diciduk oleh polisi. “Artinya upaya penegakan hukum sudah maksimal dalam hal memberantas perusuh,” pungkas Prwit.

Sementara itu, Bagong Suyanto Dosen S3 Ilmu Sosial sekaligus Dekan Fisip Unair mengatakan fenomena kelompok perusuh ini juga muncul di kota-kota besar negara lain.

Kata Bagong, ketika sebuah kota dirasa berkembang ke arah tidak adil, biasanya akan muncul perlawanan dari anak-anak muda dengan cara mengambangkan perilaku-perilaku yang patologis biasanya.

“Saya kira ini kultur mereka yang selalu ingin melawan segala sesuatu yang sudah mapan. Mangkanya mereka selalu tidak suka pada polisi, tidak suka pada pranata normatif masyarakat,” ujar Bagong.

Namun, dia menegaskan jika perilaku kelompok perusuh yang melanggar hukum itu, harus ada pendekatan secara hukum untuk menindaknya.

Tapi menurut sosiolog itu, pendekatan hukum tidak menyelesaikan permasalahan dari hulu ke hilir, karena sifatnya hanya temporary atau ditindak sementara dalam waktu tertentu.

“Selain pendekatan hukum memang dibutuhkan pendekatan untuk memahami persoalan kultural. Kalau kebutuhan mereka kan pingin eksis, menunjukkan mereka jagoan. Tentu yang dibutuhkan adalah ruang-ruang yang memungkinkan mereka itu bisa menunjukkan kejagoannya itu, harus disediakan,” jelas Bagong. (wld/bil/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs