Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya menyebut kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Kota Pahlawan, Jawa Timur, didominasi oleh warga luar yang berobat.
“Sama seperti HIV ini, kami memang sudah memisahkan antara orang Surabaya dan non-Surabaya, tetapi kami tidak bisa membatasi, ini kan negara Indonesia,” kata Eri, Sabtu (3/12/2022) dilansir Antara.
Menurut dia, Pemkot Surabaya berupaya menekan penyebaran kasus HIV di Kota Pahlawan. Apalagi, Kota Surabaya yang merupakan kota metropolitan, menjadi kota rujukan untuk pengobatan pasien HIV.
Dia menjelaskan, hal ini hampir sama dengan angka kasus Covid-19, dimana banyak masyarakat luar Kota Surabaya dirujuk untuk melakukan pengobatan di Kota Pahlawan. Sebab, kata dia, pihaknya tidak bisa membatasi pasien ber-KTP Surabaya dan non-KTP Surabaya.
“Makanya kami hanya bisa menahan, ketika ada yang masuk ke Surabaya untuk berobat. Karena Surabaya adalah rujukan tempat orang berobat, secara otomatis orang akan jadi banyak. Tinggalnya di sini, berobatnya di sini,” terangnya.
Cak Eri mengatakan Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya turut mengadakan berbagai kegiatan sebagai upaya pencegahan kasus HIV di lingkungan remaja, seperti menjadi pengajar dalam kegiatan Sinau Bareng di Balai RW.
“Ngajar bareng, pemuda lintas agama, pemuda lintas suku sebenarnya ini untuk menyatukan semua ini. Dengan kegiatan positif itulah maka kita akan terhindarkan dari perbuatan perbuatan yang dilarang agama, seperti tawuran, mendem (mabuk), LGBT, dan lainnya. Pasti perbuatan yang melanggar agama ada dampaknya, berarti apa? Kita kembalikan lagi pada kekuatan agamanya, apapun itu,” ujar dia.
Lebih lanjut, mengenai proses pengobatan pasien penderita HIV, layanan pengobatan gratis diberikan di puskesmas dan rumah sakit. Apalagi, semakin bagus pelayanan di Kota Surabaya, maka akan semakin banyak pasien luar Surabaya yang datang untuk berobat.
“Semua puskesmas dan rumah sakit ada. Kok, nambah terus? Nambahnya dari luar Surabaya. Tapi kan tidak boleh ditolak, kota besar pasti akan terus didatangi. Memang pengobatan di Surabaya dan terutama di RSUD Soetomo ini bagus, sehingga banyak orang yang berobat di Surabaya,” kata dia.
Sebelumnya, Nanik Sukristina Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya mengatakan, sepanjang 2022 ada 663 kasus HIV di Kota Surabaya. Penyebab terjadinya penularan HIV antara lain adalah perilaku seks sesama jenis (homoseksual) sebesar 44,04 persen.
Perilaku seks berbeda jenis (heteroseksual) sebanyak 53,85 persen, dan perilaku berbagi jarum suntik tidak steril pada pengguna narkoba suntik (penasun) sebanyak 2,11 persen.
“Penemuan Kasus HIV terbanyak di wilayah Kecamatan Wonokromo, Sawahan, Tegalsari, Tambakasri, dan Krembangan. Kasus HIV ditemukan paling banyak pada laki-laki sebesar 80,09 persen. Usia paling banyak adalah rentang usia 25-49 tahun,” kata dia. (ant/bil/iss)