Jumat, 22 November 2024

Zero ODOL Akan Minimalisir Kerugian Perusahaan Angkutan dan Tertibkan Pemilik Barang

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Salah satu truk ODOL terjaring dalam razia petugas Satlantas Polrestabes Surabaya. Foto: Dok. suarasurabaya.net

Kebijakan Zero ODOL (Over Dimension and Over Load) akan resmi diterapkan Kemeterian Perhubungan (Kemenhub) pada Januari 2023.

Mayoritas masyarakat mendukung kebijakan tersebut, karena dianggap bisa mengurangi angka kecelakaan melibatkan kendaraan yang kelebihan muatan, maupun minimalisir kerusakan jalan akibat kendaraan berat.

Namun, kebijakan tersebut sampai saat ini masih mengundang pro kontra dari kalangan driver (sopir) truk maupun pengusaha, karena dianggap memberatkan. Banyak yang masih menolak kebijakan tersebut, dan ngotot beroperasi dengan muatan yang berlebih (ODOL).

Menanggapi hal tersebut, Putra Lingga Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) pada Radio Suara Surabaya mengatakan, penolakan dari para driver dan pengusaha tersebut disinyalir karena adanya perpecahan.

“Memang inilah, para pengusaha kita tidak satu suara, terpecah-pecah karena alasan perut. Sebenarnya kalau mereka mau kompak, jelas kan itu (ODOL) suatu pelanggaran dan pidana. Harusnya kalau dipikiran bersama-sama, mereka bisa sepakat dan tidak melakukan,” ujarnya dalam program Wawasan.

Lingga mengatakan Aptrindo telah konsisten mendukung kebijakan Zero ODOL, bahkan sejak tahun 2017. Diterapkannya Zero ODOL, menurut dia, bisa mengurangi kerugian yang dialami para driver dan perusahaan, seperti kerusakan kendaraan maupun kecelakaan.

“Akan menguntungkan kami sebagai pengusaha. Mobil (truk) kami akan lebih awet, pengeluaran sparepart (suku cadang) akan berkurang. Pemakaian ban berlebih sehingga resiko ban meledak berkurang. Ban itu sekali perbaikan bisa Rp3 juta, tapi bayangkan kalau meledaknya di sebelah pengendara motor, sangat berbahaya. Kalau orang bilang iku wes wayae (sudah waktunya) itu salah, karena itu termasuk kelalaian,” jelasnya.

Selain itu, kata dia, pihak yang diuntungkan dari praktik ODOL tidak lain adalah perusahaan pemilik barang yang menggunakan jasa angkutan untuk distribusi. Perusahaan pemilik barang, selama ini dinilai selalu memaksakan pengiriman secara over capacity kepada sebuah armada angkutan karena faktor ekonomisnya.

“Jelas ada permintaan dari pemilik barang. Karena pengusaha (pemilik barang) pasti berhitung, kalau dengan sistem ODOL harganya bisa lebih murah dan menjadi keuntungan, pasti akan diambil,” ujarnya.

Untuk itu, Ketua Aptrindo itu berharap pemerintah juga tegas menindak para pelanggar yang tidak sesuai standarisasi baik angkutan maupun perusahaan pemilik barang, sesuai dengan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku.

Tidak boleh lagi ada dispensasi dan toleransi untuk perusahaan atau asosiasi yang punya massa banyak, seenaknya melakukan pelanggaran.

Begitu juga untuk uji kir dan lokasi penimbangan truk, menurutnya harus dilakukan pengawasan yang ketat karena selama ini dinilai paling sering kecolongan. Sebisa mungkin melibatkan kepolisian dalam hal ini reskrim.

Dia mencontohkan standarisasi yang perlu diterapkan seperti yang ada di Pelabuhan berstandar internasional, yang tidak ada lagi kendaraan ODOL seharusnya bisa dilakukan juga di darat.

“Kami sudah usulkan ke Kemenhub, untuk penanggulangan kendaraan ODOL berkeliaran agar dibangun jembatan timbang di sentra-sentra industri, bukan di perbatasan kota. Jadi nanti kalau ada yang kendaraan yang muatannya over, langsung disuruh putar balik menurunkan di gudangnya, bukan saat di luar kota baru ditindak. Bisa-bisa yang ada nanti kena tilang, bayar, jalan lagi,” terangnya.

Terakhir, dia berharap agar Zero ODOL benar-benar diterapkan pada Januari 2023. Menurutnya, apapun kebijakan pemerintah soal keselamatan khususnya selalu berorientasi pada Pancasila. “Kamis sudah dukung sejak 2017. Jangan ditunda lagi apapun alasannya,” pungkasnya. (bil)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs