Jumat, 22 November 2024

Negara Harus Pulihkan Fisik dan Psikis Korban Eksploitasi dan Perdagangan Manusia

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Para pelaku kasus penyekapan dan perdangangan manusia waktu berada di Gedung Humas Polda Jatim, Senin (21/11/2022). Foto: Wildan suarasurabaya.net

Sebanyak 19 orang perempuan menjadi korban penyekapan dan ekploitasi pekerja seks komersial (PSK) di pertokoan (ruko) daerah Gempol, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Kasus ini dibongkar oleh Polda Jatim pada Senin (21/11/2022) lalu.

Diketahui awal mula para korban tertarik pada sebuah pekerjaan sebagai Lady Companion (LC) yang dipromosikan lewat media sosial Facebook.

Merespon hal tersebut, Hikmah Bafaqih Wakil Ketua Komisi E DPRD Provinsi Jatim mengatakan, harus ada layanan fisik dan psikis yang diberikan oleh negara kepada perempuan korban human trafficking (perdagangan manusia) tersebut.

“Kita akan meminta Polda melakukan pendampingan psiko-sosial kepada korban. Harus ada layanan tidak hanya secara fisik tetapi juga psikis yang diberikan oleh negara. Kita segera minta kirimkan psikolog untuk melakukan pendampingan, UPT PPT Pemprov Jatim bisa memfasilitasi dan kita punya ini” kata Hikmah dalam program Wawasan Suara Surabaya, Rabu (23/11/2022).

Selain fokus pada penanganan kasus hukum, lanjutnya, resiliensi diri para korban juga menjadi hal yang sangat penting.

“Yang terpenting bagaimana mereka mampu melakukan resiliensi diri atau kemampuan korban untuk pulih dari kejadian tersebut, dan kemudian bisa keluar dari sektor tersebut. 19 orang itu pastinya punya ceritanya masing-masing kenapa mau bekerja di sektor ini. Sehingga masing-masing korban harus direspon berbeda sesuai dengan kebutuhannya,” jelasnya.

Pada kasus human trafficking, Hikmah menyebut, selama ini penanganan kasus tidak terungkap hingga ke penyandang dana utama.

“Kasus seperti ini sering terjadi tetapi yang viral tidak banyak. Selama ini tidak terungkap sampai “big boss” atau penyandang dana utamanya human trafficking itu. Paling yang kena hanya bagian rekrutmen, keamanan atau bagian pengantaran,” tuturnya.

Hikmah menjelaskan lebih lanjut, terkait modus penipuan lowongan kerja yang dilakukan oleh pelaku di media sosial, biasanya menyasar pada kelompok rentan.

“Bisa juga rekruter atau pelakunya yang aktif, rekruter itu melihat status-status anak yang galau, ia akan tau kalau anak ini dalam tanda kutip bermasalah. Maka kita tau kelompok rentan menjadi sasaran mereka, misal rentan karena miskin, punya permasalahan hidup yang berat, korban KDRT dan lain-lain,” ujarnya.

Dia menambahkan bahwa pendidikan di dalam keluarga menjadi hal utama dalam mencegah terjadinya kejadian tersebut.

“Kalau pendidikan keluarganya kuat, maka ia akan punya ketangguhan. Saya yakin iklan-iklan di media sosial seperti itu tidak masuk akal, gaji 10 juta rupiah hanya untuk menjaga kafe. Kalau mereka berpengetahuan pasti mereka tahu UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota). Pasti korban tidak well educated, yang hidupnya suram, gelap mata dan hatinya dan orang disekitarnya tidak peduli. Lingkungan juga harus aware, kalau ada sesuatu perkumpulan atau lembaga yang mencurigakan, masyarakat dapat melaporkan ke penegak hukum,” pungkasnya.

Kombes Pol Dirmanto Kabid Humas Polda Jatim mengatakan pengungkapan kasus tersebut karena ada laporan anak di bawah umur dipekerjakan sebagai PSK. Lalu kasus dikembangkan dan menemukan wisma di Perumahan Pesanggaran Kabupaten Pasuruan.

Sementara itu, AKBP Hendra Eko Yulia Kasubdit IV Renakta (Remaja Anak dan Wanita) Polda Jatim, mengungkap jika praktik yang dilakukan pelaku itu sudah berjalan kurang lebih setahun.

“Korban dipekerjakan sebagai pemandu lagu di ruko lalu sebagian di wisma Pesanggrahan Anggrek. Apabila pengunjung warkop ada yang mem-booking korban ini akan diajak pelanggannya di Wisma Tretes di atas,” kata Hendra.(gat/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs