Yusa Fachran Direktur Eksekutif Citra Institute mengatakan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) masih berupaya mencari calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang memiliki tingkat ketepilihan (elektabilitas) tinggi menjelang Pemilu 2024.
Tapi, Yusa melihat koalisi yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) punya persoalan krusial yaitu tidak memiliki kader internal dengan elektabilitas atau popularitas.
“Dari awal dibentuk sampai sekarang, problem KIB yaitu tidak ada stok capres dari internal yang elektabilitasnya tinggi. Kalau terpaksa harus mendorong capres dari internal koalisi, Pak Airlangga Hartarto paling berpeluang karena jumlah dukungan suara Golkar pada Pemilu 2019 lebih banyak dibandingkan PPP dan PAN,” ujarnya di Jakarta, Senin (21/11/2022).
Sementara, kalau elektabilitas Airlangga tidak mengalami kenaikan signifikan dalam beberapa bulan mendatang terutama sampai tahapan pencalonan dimulai, Yusa bilang KIB harus realistis, dan mau mengambil capres dari luar koalisi.
Artinya, Airlangga harus siap menjalankan skenario menjadi cawapres pendamping capres eksternal KIB.
“Bisa saja KIB mengusung Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, atau Anies Baswedan yang memiliki elektabilitas tertinggi dalam berbagai survei,” ucapnya.
Dari tiga nama bakal capres, Yusa melihat yang paling ideal mengusung Ganjar Pranowo-Airlangga Hartarto karena mendapat dukungan dari kader PAN dan PPP.
“Kelihatannya KIB masih menimbang peta politik yang terjadi ke depan. Apalagi setiap parpol ingin mengusung ketua umumnya sebagai calon RI 1,” paparnya.
Kalau pun nantinya Airlangga tidak diusung sebagai capres, Yusa bilang kondisi itu tidak akan menggerus perolehan suara Partai Golkar pada pemilu legislatif.
“Airlangga didukung atau tidak sebagai capres oleh KIB, tidak terlalu berpengaruh suara Golkar ke depan. Suara Golkar berasal dari kerja para caleg. Mereka bertarung untuk menjaga perolehan suara tetap stabil,” pungkasnya.(rid/ipg)