Sebelas Pondok Pesantren (Ponpes) di Jawa Timur didampingi OPOP Training Center (OTC) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) berupaya menyiapkan produk agar bisa menembus pasar ekspor.
Kegiatan diawali dengan Workshop Produk Ekspor pada Sabtu (19/11/2022).
Menurut Denis Ferdita Karya Ketua OTC Unusa, ini didasarkan pada banyaknya produk pesantren yang dapat menembus pasar ekspor, tetapi terkendala aturan dan pengemasan sesuai standar ekspor. Maka dari itu, OTC Unusa mendampingi ponpes agar dapat merealisasikan produk.
Kegiatan OTC Unusa merupakan realisasi yang diamanatkan Gubernur Jawa Timur sesuai SK No. 188/27/KPTS/013/2020 Tentang Penunjukan Unusa sebagai Pengelola OPOP Training Center dan Peraturan Gubernur No. 62 Tahun 2020 Tentang One Pesantren One Product.
Denis mengatakan, terdapat banyak potensi yang dimiliki pesantren, khususnya di Jawa Timur yang belum optimal. Dengan demikian, program OPOP sebagai upaya menggali potensi yang dimiliki dan menghasilkan produk unggulan agar memiliki daya saing di industri.
Mengutip Kemenag, Denis mengatakan bahwa pondok pesantren siap mengambil peran dalam mewujudkan ekosistem global halal hub sebagai gerakan nasional sinergitas menuju Indonesia Pusat Produsen Halal Dunia 2024.
Banyaknya produk pesantren yang merambah ke pasar ekspor membuat adanya kebutuhan sekaligus peluang bagi pesantren-pesantren binaan OPOP Jatim melalui OTC untuk mendapatkan dukungan, salah satunya melalui coaching clinic yang diberikan oleh OTC UNUSA sebagai mitra OPOP Jatim dalam pembinaan entrepreneurship pesantren di Jawa Timur.
Pada tahap awal, OTC akan membekali pesantren yang memiliki produk layak ekspor lewat pendampingan teknis, mencarikan pasar ekspor sekaligus menajagi realisasi ekspor, hingga produk dapat diekspor dan diterima di pasar.
Sementara Mohammad Rijal Iskandar, salah satu pembicara workshop mengatakan, pentingnya branding harus dilakukan untuk memasarkan produk. Merek menjadi kunci branding yang tepat dan memiliki identitas.
“Pentingnya merek sebagai tanda pengenal sebagai salah satu ciri khas dari produk dan jaminan mutu produk tersebut,” ungkapnya.
Rijal yang juga dosen Manajemen Unusa ini mengatakan, jika sudah memiliki merek dari produk tersebut, produsen harus mengetahui cara mengkomunikasikan produk mereka ke konsumen.
“Ini bisa dilakukan melalui iklan di radio, televisi bahkan media sosial untuk memasarkan produk mereka. Selain itu juga harus aktif untuk ikut pameran,” terang Rijal.
Rijal menambahkan, semua produk harus memiliki pendekatan pasar hingga keunikan dari produk.
“Karena dengan pendekatan pasar membuat produk tersebut lebih digemari pasar yang akan kita tuju,” ungkapnya.
Terdapat dua pendekatan yang harus dimiliki, kata Rijal, yakni informasional dan transformasional. “Di mana informasional itu melekat pada manfaat produk sedangkan transformasional lebih ke image produk tersebut,” ucapnya.
Drs. Muhaimin Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Jatim menjelaskan, potensi industrial lokal memiliki potensi yang besar untuk ekspor.
“Namun harus dibangun bertahap dari awal. Saya sendiri membangun ini selama dua tahun pertama banyak titip bayar ke produser drama korea untuk bisa menaruh produknya disitu,” ungkapnya.
Muhaimin menjelaskan, komunikasi ke para TKI di luar negeri merupakan cara yang bisa dilakukan untuk mengekspor produk.
“Follow up harus rajin dan bahkan jika perlu harus kunjungan ke luar negeri,” ungkapnya.
Dia juga menambahkan, cara lainnya yang bisa dilakukan yakni aktif mengikuti expo atau pameran, paham dari bimbingan departemen terkait penjualan di luar negeri serta perizinan, paham dan kuasai produk secara menyeluruh bahkan marketnya, terakhir ikuti Indonesia TradePromotion Centre
“Dengan langkah itu kita bisa mengekspor barang atau produk kita dijual ke luar negeri,” ungkapnya.(tik/dfn)