Badan Musyawarah Gereja (Bamag) Surabaya, berkerjasama dengan Forum Beda tapi Mesra (FBM), Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI) dan Pondok Kasih menggelar seminar wawasan kebangsaan di Graha Widya Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya, pada Sabtu (19/11/2022).
Dalam acara yang bertema Surabaya Kota Sejuta Toleransi itu, digelar untuk menjalin silaturahmi dan diskusi soal peran umat beragama dalam mewujudkan kerukunan.
Imam Ghozali Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Mahasiswa An-Nur, mengatakan bahwa kerukunan dalam beragama akan terwujud jika antar keyakinan saling mengutamakan rasa kemanusiaan.
“Kalau agama dipandang sebagai kemanusiaan, maka akan ketemu antara agama Islam dengan agama Kristen dan agama yang lainnya,” ucapnya saat memaparkan materi.
Ia mengimbau, agar saling menjunjung rasa sosial dan mencegah terjadinya masalah, baik di dalam agama sendiri, maupun antar agama.
“Terus kapan kita bisa menyumbangkan pikiran untuk umat antar agama?,” ujarnya.
Ia berharap, Surabaya dapat menjadi tempat yang bisa memberi ruang kerukunan bagi seluruh umat beragama. Sehingga, tercipta perdamaian dalam menjalankan perintah agama.
Sementara itu, Otto B.W. Dwijodipuro Presidium Majelis Luhur Kepercayaan Tuhan YME, mengatakan, untuk mewujudkan kerukunan beragama, sebagai warga negara Indonesia, harus mengamalkan pancasila.
Menurutnya, saat ini pancasila belum sepenuhnya diterapkan, sehingga tidak bisa menjadi pengayom dan pelindung bangsa Indonesia.
“Bahkan ada yang ingin menggusur tempat ibadah,” ucapnya.
Ia mengatakan, dalam membangun moderasi beragama, harus memenuhi kualitas spiritual, intelektual, budaya, kearifan lokal, berbangsa dan bernegara.
“Harus punya kecerdasan spiritual, penghayatan pancasila, dan kepribadian Indonesia yang disebut dengan budi luhur,” ucapnya.
Sementara itu, Helbert I.I. Ondja perwakilan umat Kristen dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Surabaya, mengatakan bahwa kesempitan memahami persoalan menjadikan orang sulit membangun kerukunan dalam beragama.
“Adanya kontestasi lebih baik saya dari kamu, hal ini sederhana tapi real bahwa itu yang menghambat moderasi beragama,” ucapnya.
Ia menjelaskan, ada empat peran yang dapat dilakukan untuk membentuk rasa damai antar umat beragama.
Pertama yakni, relasi komunikasi, untuk membicarakan nilai-nilai universal, bukan doktrin. Kedua, menciptakan ketertiban bersama, yakni dengan memahami hak dan kewajiban masing-masing.
Ketiga, mewujudkan spiritualitas kesederhanaan, yakni saling memikirkan kondisi antara satu sama lain, dan keempat merayakan keberagaman, yakni untuk menciptakan keutuhan bangsa.
Menurutnya, jika empat hal tersebut diterapkan maka besar dampaknya untuk menciptakan toleransi umat antar beragama di Indonesia, khususnya di Surabaya.(ris/iss)