Sutopo Purwo Nugroho Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan perhitungan kerusakan dan kerugian akibat bencana di Sulawesi Tengah meningkat menjadi Rp18,48 triliun hingga Sabtu (27/10/2018).
“Peningkatan jumlah dampak ekonomi terjadi akibat data kerusakan yang menjadi data dasar lebih banyak dan lengkap dibandingkan sebelumnya,” kata Sutopo dalam pesan tertulis yang dilansir di Jakarta dikutip dari Antara, Minggu (28/10/2018).
Sutopo memperkirakan kerusakan dan kerugian di Sulawesi Tengah masih akan terus bertambah karena pendataan kerusakan belum selesai dilakukan.
Dari dampak ekonomi Rp18,48 triliun, nilai kerusakan mencapai 15,58 triliun dan kerugian mencapai Rp2,89 triliun. Kerusakan adalah nilai kerusakan stok fisik aset. Sedangkan kerugian adalah kerugian arus ekonomi yang terganggu akibat bencana.
Kerusakan dan kerugian di sektor permukiman mencapai Rp9,41 triliun, sektor infrastruktur Rp1,05 triliun, sektor ekonomi Rp4,22 triliun, sektor sosial Rp3,37 triliun, dan lintas sektor mencapai Rp44 miliar.
“Kerugian dan kerusakan di sektor permukiman paling besar karena dampak bencana yang luas dan masif. Hampir sepanjang pantai di Teluk Palu bangunan rata tanah dan rusak berat,” katanya.
Begitu juga amblesan dan pengangkatan tanah di Balaroa dan likuifaksi yang menenggelamkan permukiman di Petobo, Jono Oge dan Sibalaya menyebabkan ribuan rumah hilang.
Berdasarkan sebaran wilayah, maka kerusakan dan kerugian di Kota Palu mencapai Rp8,3 triliun, Kabupaten Sigi Rp6,9 triliun, Kabupaten Donggala Rp2,7 triliun dan Kabupaten Parigi Moutong mencapai Rp640 miliar.
Tim Hitung Cepat Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB dan UNDP terus menghitung dampak dan kebutuhan untuk pemulihan. Kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana diperkirakan lebih dari Rp10 triliun.
“Tentu itu bukan tugas yang mudah dan ringan, tetapi pemerintah dan pemerintah daerah akan siap membangun kembali dengan prinsip membangun lebih baik,” katanya.(ant/tin)