Sabtu, 23 November 2024

“No Work No Pay” Bentuk Pertahanan Industri Hadapi Resesi

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Ribuan gabungan buruh seluruh Indonesia terkonsentrasi di depan gedung DPR RI, Senayan, Jakarta melakukan unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM, Selasa (6/9/2022). Foto: Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Pengusaha meminta pemerintah menerbitkan aturan jam kerja fleksibel agar perusahaan bisa memberlakukan asas “no work no pay” (tidak bekerja tidak dibayar). Alasannya untuk meminimalisir risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) di tengah ancaman resesi global 2023.

Dwi Ken Hendrawanto Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Timur mengatakan usulan ini merupakan bentuk pertahanan industri atau perusahaan untuk menghadapi resesi.

“Sebenarnya sudah ada pengusaha yang menerapkan no work no pay saat pandemi. Selama ada kesepakatan antara pengusaha dan pekerja, untuk bisa berjalannya sebuah industri, bisa dijalankan. Sangat efektif untuk mencegah PHK (pemutusan hubungan kerja),” kata Ken dalam program Wawasan di Radio Suara Surabaya, Selasa (15/11/2022).

Pemberlakuan “no work no pay” dapat berupa pengurangan jam kerja yang diikuti pengurangan upah sesuai kesepakatan pengusaha dan pekerja.

Pengusaha telah menyampaikan usulan tersebut dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI pekan lalu.

Dengan adanya aturan hukum tentang “no work no pay”, maka perusahaan bisa memberlakukan jam kerja minimal 30 jam seminggu. Saat ini Undang-Undang masih mengatur 40 jam seminggu.

Kebijakan jam kerja fleksibel tersebut diambil ketika permintaan turun sehingga pemasukan tidak mengimbangi biaya operasional, termasuk pembayaran upah tenaga kerja. Kalau kondisi ini berlarut-larut, pilihannya harus PHK.

“Tahun ini sebenarnya ekonomi mulai tumbuh, meski masih sulit. Sudah banyak industri terdampak. Contohnya industri sepatu sandal. Harapan kami tahun depan masih bisa bertahan. Kami tidak menginginkan PHK,” ujar Ken.

Sementara, buruh atau pekerja menolak usulan dari sistem kerja “no work no pay”. Said Iqbal Presiden Partai Buruh dan KSPI menilai praktek iti melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan. Upah buruh Indonesia bersifat upah bulanan, bukan upah harian. ‘

UU Ketenagakerjaan tidak memperbolehkan perusahaan memotong gaji pokok. Kemudian dalam Pasal 93 UU Ketenagakerjaan ditegaskan bahwa upah buruh harus tetap dibayar.

Soal menghindari PHK, Said menilai pengusaha mempunyai alasan untuk melakukan PHK karena pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaik nomor tiga dunia.(iss/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
31o
Kurs