Jumat, 22 November 2024

Psikolog: Remaja Rentan Salah Mengambil Keputusan karena Minim Pendampingan Orang Dewasa

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Aksi Bullying pada Remaja. Foto : Grid Health

Margaretha Pakar Psikologi dari Universitas Airlangga (Unair) mengatakan bahwa salah satu penyebab dari kenakalan anak-anak hingga remaja di Indonesia dikarenakan kurangnya pendampingan dalam pengambilan keputusan.

“Memang orang muda ini masih rentan melakukan pengambilan keputusan yang salah. Mereka cenderung mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan akan konsekuensi sehingga dianggap lebih impulsif, lebih berani mengambil tindakan-tindakan yang lebih beresiko,” tuturnya saat mengudara di Radio Suara Surabaya, Rabu (9/11/2022).

Ia memaparkan jika pada umumnya anak hingga remaja sampai umur 24 tahun rentan dalam pengambilan keputusan karena otaknya sedang mematangkan koneksi antar sel saraf. Namun, ada beberapa anak yang lebih mampu mengambil keputusan karena sudah terbiasa dilatih dalam mengambil keputusan.

Hal itu disebutkan oleh Margaretha bahwa anak-anak yang lebih pandai mengambil keputusan, biasanya didampingi oleh orang dewasa yang matang.

“Anak yang lebih pandai mengambil keputusan, biasanya didampingi oleh orang dewasa yang matang juga. Sehingga bisa menjadi role model dan dapat mengawasi. Jadi, kalau mereka mengambil keputusan yang salah, maka siap mendapatkan masukan atau koreksi,” jelasnya.

Menurutnya, tidak semua remaja mendapatkan pendampingan dari orang tua atau keluarga dekat karena di lingkungannya tidak mendapatkan pengalaman dalam pengambilan keputusan, dan bertanggungjawab atas tindakan yang diambil.

“Yang ada justru mungkin adalah role model yang berperilaku nyeleneh atau melanggar peraturan, hingga orang tua kalah menarik daripada genk di depan rumah, preman yang lebih berkuasa dan memiliki uang. Akhirnya anak-anak ini jadi cenderung meniru model yang salah,” tegasnya.

Pada remaja yang minim pendampingan ini, mereka cenderung menjadi lebih impulsif karena apa yang diterima dan cerna sejak kecil melegalkan hal-hal itu terjadi.

“Pada beberapa kasus yang saya temukan di rumah terjadi kekerasan, terjadi perilaku-perilaku pelanggaran itu hal yang wajar. Mukul itu wajar, nyolong (mencuri) dikit wajar, jadi anak akhirnya nyolong bukan suatu hal yang besar,” ujar Margaretha.

Hal-hal ini kemudian dilancarkan dengan kurangnya pengawasan dari orang tua. Sehingga anak tidak memiliki batasan apa yang baik dan tidak baik, lalu orang tua juga tidak memiliki daya untuk melarangnya.

“Anak di luar bisa dari pagi sampai malam, jadi ketika orang tua suruh pulang anak dan anaknya nggak mau pulang orang tuanya merasa tidak berdaya. Sehingga anak ini merasa kurangnya ada figur yang memberikan batas atau menegakkan disiplin untuk memberikan pemahaman. Ini membuat anak akhirnya tentu condong pada apa yang ia lihat di jalan atau di luar rumah,” pungkasnya.(rum/dfn/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs