Sabtu, 23 November 2024

Surabaya Bergerak, Strategi Hidupkan Lagi Tradisi Gotong-Royong yang Meredup

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Suko Widodo dosen sekaligus pakar komunikasi Unair (kiri) bersama M. Fikser Kadis Kominfo Kota Surabaya saat mengisi program Semanggi Suroboyo di studio Radio Suara Surabaya, Jumat (4/11/2022). Foto: Billy suarasurabaya.net

Gerakan “Surabaya Bergerak” diharapkan bisa kembali menumbuhkan kepedulian masyarakat Kota Pahlawan, untuk lebih aware (peduli) terhadap potensi/risiko bencana, khususnya banjir.

Muhammad Fikser, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kadis Kominfo) Kota Surabaya, Jumat (4/11/2022) pada Radio Suara Surabaya mengatakan, konsep gotong royong saat ini perlahan mulai berkurang di Kota Surabaya.

“Kampung-kampung yang kerja bakti itu selama ini ya itu-itu saja. Ada kecenderungan partisipasi masyarakat kecil, tapi jumlah sampah saat ini meningkat,” ujarnya dalam program Semanggi Suroboyo di Radio Surabaya Surabaya.

Untuk itu, hasil dari “Surabaya Bergerak” akan jadi bahan evaluasi Pemkot. Selama ini, kerja bakti dinilai bersifat kontemporer dan hanya dilakukan untuk menyambut momen-momen tertentu. Sehingga, kepedulian terhadap kondisi lingkungan menjadi minim.

Nantinya, setiap pejabat yang wilayahnya mengikuti “Surabaya Bergerak”, khususnya camat sampai lurah, diminta untuk turun bahkan ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Karena, akan dimintai data laporan sebagai bahan untuk evaluasi setiap minggunya.

“Pak Wali Kota kemarin kan melakukan rotasi kepada banyak pejabat, dipindah ke lokasi-lokasi tertentu dekat rumahnya, tujuannya ya untuk itu, supaya bisa ikut serta (kerja bakti),” imbuhnya.

Kadis Kominfo Kota Surabaya itu juga mengatakan,”Surabaya Bergerak” juga akan membantu mengoptimalkan program pemerintah kota (Pemkot) terkait pembangunan dan optimalisasi drainase.

“Fokusnya untuk bersih-bersih saluran (air) sebagai sasarannya. Karena saat ini curah hujan sedang tinggi-tingginya. Untuk fokus lainnya, bisa di agenda selanjutnya,” kata Fikser.

Sebagai informasi, “Surabaya Bergerak” merupakan inisiasi dan kolaborasi antara Suara Surabaya Media dengan Pemkot Surabaya, bersama sejumlah media, juga SIER, Ciputra, Pelindo, dan Terminal Petikemas.

Lewat kolaborasi ini, para stakeholder yang terlibat akan membantu memfasilitasi masyarakat yang wilayahnya telah mendaftarkan diri untuk ikut gerakan “Surabaya Bergerak”.

Fasilitas yang dimaksud, berupa glangsing beserta armada truk yang siap untuk mengangkut sampah/sendimen yang telah dikumpulkan lewat gerakan bersih-bersih setiap akhir pekan tersebut.

“Selain itu, bisa saja nanti semakin antusias wilayah yang kerja bakti, bisa saja kami (Pemkot) bantu beri kejutan seperti bibit tabebuya contohnya,” jelasnya.

Terakhir, konsep gerakan bersama melibatkan unsur Pentahelix, yakni pemerintah, masyarakat, pengusaha (swasta), pendidikan dan media tersebut bisa menjadi momen bersama-sama membangun dan melindungi Kota Surabaya.

Sementara itu, Suko Widodo dosen dan pakar komunikasi Universitas Airlangga (Unair) yang turut hadir dalam program Semanggi Suroboyo mengatakan, “Gerakan Suroboyo” justru harusnya dilakukan sejak dulu.

“Ada kesalahan sebenarnya yang diberikan pemerintah kita di awal, yaitu penanganan dan pencegahan bencana dilakukan sendirian. Gerakan ini (Surabaya Bergerak), harusnya dilakukan sedari dulu,” ungkapnya.

Menurut Suko, jika pemerintah tidak kunjung melaksanakan program atau gerakan serupa, maka akan timbul sifat ketergantungan pada masyarakat dalam menyikapi bencana.

“Ibaratnya kalau kena bencana, akhirnya njagakno (mengandalkan) bantuan. Tidak aware sama lingkungannya sendiri, padahal potensi bencana seperti banjir bisa mereka ketahui sendiri kalau memang peduli,” imbuhnya.

Suko menjelaskan, semangat gotong royong masyarakat saat ini diakui memang mulai luntur. Untuk itu, sosialisasi dan pendekatan kepada masyarakat agar mau ikut dalam gerakan ini, harus jadi fokus utama.

Menurutnya, sosialisasi dengan metode pemberitahuan atau pesan siaran (broadcast) saat ini cenderung diabaikan. Karenanya, pendekatan secara langsung harus dilakukan.

“Kalau bisa RT/RW itu sosialisasi sifatnya mengajak secara tatap muka atau mouth to mouth. Jadi ada rasa sungkan (tidak enak) kalau semisal tidak menghadiri,” jelasnya.

Selain itu, soal keterlibatan dunia pendidikan dalam gerakan tersebut, Suko menganggap memang hal itu sangat perlu. Apalagi, di Unair sendiri ada sekitar 3.000 mahasiswa yang berasal dari luar Surabaya.

“Belum yang di luar Unair, kita punya ITS, UPN dan banyak lagi. Mereka pasti banyak yang kos semua. Untuk itu, juga harus diajak untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, bukan hanya untuk kuliah atau wisata saja di Surabaya,” pungkasnya. (bil/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs