Jumat, 22 November 2024

Baleg DPR: RUU PPRT Bertujuan Melindungi Pekerja Rumah Tangga dari Eksploitasi

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Willy Aditya Wakil Ketua Baleg DPR RI. Foto: Istimewa

Willy Aditya Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyatakan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) bertujuan sebagai payung hukum yang melindungi pekerja rumah tangga dari eksploitasi, diskriminasi, penindasan, dan ketidakadilan.

“RUU PPRT sangat penting karena Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan belum mengatur pekerja rumah tangga. Yang mendapatkan hak dalam UU Ketenagakerjaan hanya pekerja di sektor formal, barang serta jasa,” ujarnya di Jakarta, Kamis (3/11/2022).

Selama ini, sambung Willy, pekerja di ranah sosial dan domestik tidak pernah mendapatkan statusnya. Mereka cuma diatur dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker).

Menurut Willy, RUU PPRT mendesak karena pekerja rumah tangga adalah orang yang berkontribusi pada proses produksi dalam sebuah rumah tangga pemberi kerja.

“Artinya, pekerja rumah tangga membantu kesuksesan dan keberlangsungan proses produksi bagi pemberi kerja. Tidak ada karier majikan sukses tanpa peran pekerja rumah tangga,” imbuhnya.

Dalam UU Ketenagakerjaan, sambungnya, pekerja yang mendapatkan hak dan perlindungan adalah yang bekerja di sektor formal. Sementara, PRT bekerja di sektor informal.

Artinya, belum ada payung hukum setingkat undang-undang untuk melindunginya.

“Karena itu, perlu diatur tersendiri, posisinya memberikan perlindungan bagi warga negara. Perbedaan pekerja formal dengan domestic labour adalah fleksibilitas jam kerja, jenis kerja, hubungan kerja, dan upah kerja,” tuturnya.

Lebih lanjut, legislator dari Partai NasDem itu menjelaskan fleksibilitas menjadi kekuatan bagi pekerja rumah tangga karena tidak terserap di lapangan kerja formal.

RUU PPRT terdiri dari dua klaster, pertama PRT yang direkrut berdasarkan asas kekeluargaan yaitu tanpa jasa penyalur. Sehingga, basisnya sosiokultural.

Kedua, rekrutmen PRT melalui penyalur dengan disertakan kontrak kerja yang dijelaskan secara rinci, dan sudah diatur dalam RUU PPRT agar tidak terjadi perdagangan orang.

“Tidak boleh penyalur PRT berbentuk yayasan. Tapi, harus berbadan hukum dan izinnya diterbitkan pemerintah kabupaten/kota agar pengawasannya lebih rinci. Selama ini, izin diterbitkan pemerintah provinsi,” paparnya.

Willy menambahkan, RUU PPRT sudah lama disusun, melibatkan banyak pihak seperti sosiolog, ahli hukum, dan aktivis buruh.(rid/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
36o
Kurs